Gedung Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB). (Foto: SBM ITB)
Jakarta, asatuonline.id – Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI) Aat Surya Safaat menyarankan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim segera turun tangan menyelesaikan kisruh yang terjadi di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB).
“Menteri Nadiem harus segera turun tangan menyelesaikan kisruh antara Rektor ITB dengan Forum Dosen SBM ITB, demi kelanjutan studi para mahasiswanya serta demi menjaga nama baik SBM ITB yang selama ini telah meraih penghargaan sebagai salah satu sekolah bisnis terbaik tingkat dunia,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Sebelumnya Forum Dosen SBM ITB mengumumkan, pihak kampus tidak beroperasi seperti biasa terhitung mulai 8 Maret 2022 dan proses belajar mengajar tidak dilaksanakan secara luring maupun daring, namun para mahasiswa diminta untuk belajar mandiri.
Menurut Perwakilan Forum Dosen SBM ITB Jann Hidajat, penghentian kegiatan belajar mengajar di SBM ITB itu merupakan dampak konflik berkepanjangan setelah Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mencabut hak swakelola SBM ITB tanpa pemberitahuan dan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik terkait pencabutan hak swakelola SBM ITB itu, termasuk pertemuan Forum Dosen SBM ITB dengan Rektor beserta Wakil-Wakil Rektor pada 4 Maret 2022, namun masih belum membuahkan hasil.
Forum Dosen SBM ITB juga mengkritisi kepemimpinan Rektor ITB yang membuat peraturan tanpa dialog dan sosialisasi serta tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak-pihak terkait, selain tidak mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta ITB, yaitu akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi.
Pelanggaran atas prinsip-prinsip dimaksud telah mengakibatkan kerugian baik material, moral, maupun psikis bagi dosen dan tenaga pendidik SBM ITB. Mereka selama tiga bulan terakhir ini belum menerima gaji, sementara para mahasiswanya dirugikan karena kegiatan belajar mengajar dihentikan sejak 8 Maret 2022.
Rektor ITB sendiri sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam dan berlaku bagi semua fakultas/sekolah di ITB), walaupun faktanya masing-masing fakultas/sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda. Sistem yang dibangun Rektor ITB itu belum selesai, namun peraturan lama sudah ditutup atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
Forum Dosen SBM ITB kemudian menyampaikan pernyataan sikap yang sudah dikirimkan kepada Rektor ITB pada Senin 6 Maret 2022 yang isinya meminta Rektor ITB berkomunikasi langsung dengan Forum Dosen SBM ITB.
Penasehat FAI Aat Surya Safaat dalam perbincangan dengan wartawan dan beberapa orangtua mahasiswa SBM ITB lebih lanjut mengemukakan, sepahit apapun fakta yang ada di lapangan, pintu komunikasi harusnya tetap dibuka.
Dalam kaitan ini, menurut wartawan senior yang kini mendapat amanah sebagai Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) itu, sebaiknya Mendikbudristek Nadiem Makarim segera meminta Rektor ITB dan Perwakilan Forum Dosen SBM ITB untuk duduk bersama guna mencari solusi bagi terciptanya “win-win solution”.
Dengan cara begitu, kedua pihak kemungkinan besar akan bisa memperoleh apa yang diinginkan masing-masing. Meski mungkin tidak memuaskan, tetapi paling tidak di antara mereka tidak ada yang dirugikan dan para mahasiswanya tetap bisa melanjutkan studi di SBM ITB.
“Semua pihak harus berpikir jauh ke depan serta berpikir untuk kepentingan orang banyak, apalagi para orangtua mahasiswa SBM ITB telah berani membayar mahal agar anak-anaknya mendapatkan standar pelayanan perguruan tinggi kelas dunia demi masa depan yang lebih baik,” kata Kepala Biro LKBN ANTARA New York 1993-1998 dan Pemred ANTARA 2016 itu.
Sementara itu beberapa orangtua mahasiswa SBM ITB menyatakan, kebijakan Rektor ITB yang mencabut otonomi pengelolaan pendidikan di SBM ITB tanpa melibatkan Foum Dosen SBM ITB dan Majelis Wali Amanah (MWA) ITB telah mengakibatkan gangguan terhadap layanan pendidikan dan telah merugikan para mahasiswa SBM ITB.
Mereka sangat mengkhawatirkan masa depan pendidikan anak-anaknya di SBM ITB karena faktanya tidak mendapatkan kualitas pendidikan seperti janji-janji dan program yang diberikan saat pendaftaran akibat adanya kekisruhan di lembaga pendidikan itu..(red)