Penasehat hukum jamaah umrah korban First Travel, TM Luthfi Yazid (Dok. pribadi)
Jakarta, Asatu Online – Penasihat Hukum jamaah korban First Travel (FT), Dr. TM. Luthfi Yazid, SH, LL.M kembali mengingatkan perlunya Pemerintah hadir dalam membantu jamaah yang gagal diberangkatkan oleh perusahaan jasa travel umrah PT FT.
“Tanggungjawab Pemerintah dalam kasus First Travel bisa menjadi kredit poin tersendiri di mata rakyat. Inilah saatnya negara hadir bagi warga negaranya,” kata Luthfi ketika ditanya wartawan di Jakarta, Rabu (11/1/2023), terkait kasus jamaah korban FT yang sampai saat ini masih belum ada jalan keluarnya.
Kasus FT itu sendiri adalah kasus penipuan yang heboh pada 2017 karena menjerat hingga ribuan korban. Perusahaan jasa travel umrah itu menghimpun dana jamaah dengan skema Ponzi.
Ketiga bos FT, yakni Andika Surachman divonis Pengadilan Negeri Kota Depok, Jawa Barat 20 tahun penjara, Anniesa Desvitasari Hasibuan divonis 18 tahun penjara, dan Siti Nuraida Hasibuan divonis 15 tahun penjara, sementara asset perusahaan itu tidak dikembalikan ke jamaah, tapi dirampas untuk negara.
Atas putusan Nomer 3096 K/Pid.Sus/2018 tertanggal 31 Januari 2019 itu, dimana asset FT dirampas dan disita untuk negara tersebut, muncul banyak kecaman, sebab asset perusahaan itu bukan merupakan dana korupsi, melainkan dana para jamaah yang jumlahnya sekitar 63.310 jamaah yang telah menyetor ke FT.
Dana jamaah umrah yang jumlahnya hampir Rp 1 Triliun itulah yang diselewengkan oleh Andika Cs untuk membeli restaurant di London, plesiran, mengadakan fashion show di New York dan lain-lain.
Sekalipun Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) pengembalian aset FT kepada para korban, namun sampai saat ini, lebih dari 3.000 korban agen perjalanan umrah itu belum menerima apa pun. Padahal, putusan MA itu dikeluarkan pada Agustus 2022.
Menurut pengacara korban FT, Luthfi Yazid, sejak putusan PK itu dikeluarkan, belum ada unggahan resmi dari MA yang menyatakan isi putusan itu. Oleh karena itu, ia mendesak MA untuk menggugah putusan itu sehingga para korban bisa mengetahui isi putusan dan mengambil langkah selanjutnya.
Penasehat Hukum pro bono (cuma-cuma) jamaah korban FT itu mengharapkan jamaah untuk tidak terlalu berharap pada aset FT yang terlalu sedikit, kecuali pemerintah turun tangan sebagai pemberi izin perusahaan jasa pemberangkatan ibadah umrah tersebut.
Sebelumnya, para jamaah berbondong-bondong mendaftar sebagai calon jamaah umroh ke FT, karena FT merupakan perusahaan Penyelenggara Pelaksanaan Ibadah Umroh (PPIU) yang dijamin oleh negara sebagai PPIU yang sehat.
Tetapi karena FT gagal memberangkatkan ribuan jamaah, maka pemerintah harus pula bertanggungjawab terhadap kegagalan memberangkatkan jamaah tersebut. Akhirnya, melalui PK sebagai upaya hukum luar biasa, asset FT dikembalikan kepada jamaah. Tetapi bagaimana mekanisme pengembaliannya kepada puluhan ribu jamaah dipastikan rumit dan ruwet.
Luthfi Yazid juga mengemukakan, kerugian FT dengan 63.310 jamaah mencapai sekitar Rp 1 Trilliun. Jadi, menurut dia sangat beralasan pemerintah untuk turun tangan sebagaimana pemerintah turun tangan dalam kasus PT Lapindo Brantas, PT Bank Century dan PT Jiwasraya dimana negara menalangi para korban.
Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang juga Wakil Ketua Dewan Penasehat Indonesian Association of British Alumni (IABA) itu mengemukakan, ada banyak skema solusi yang dapat dipikirkan oleh pemerintah untuk membantu memberangkatkan perjalanan ibadah umrah jamaah korban FT dengan menekan biaya pelaksanaan ibadah tersebut.
Adapun upaya untuk menambah kekurangan, bisa saja asset FT atau Andika Cs ditelusuri lagi sampai tuntas, karena mungkin masih ada yang disembunyikan atau dialihkan ke pihak lain namun dilakukan secara tidak legal sehingga mesti dibatalkan.