Para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dalam sebuah diskusi di Pekanbaru Riau belum lama berselang (Foto: Istimewa)
Kampar, Riau, Asatuonline.id – Setara Institute dan Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Agraria mendesak Bupati Kampar menghentikan langkah ceroboh Dinas Lingkungan Hidup yang akan menerbitkan izin lingkungan secara melawan hukum.
Siaran pers Setara Institute, Kamis (3/2/2022) menyebutkan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar berencana menerbitkan izin lingkungan hidup atas PT Langgam Harmuni pada lahan seluas 390,5 hektar yang diduga merupakan lahan petani yang diserobot dan diperjualbelikan oleh oknum PTPN V kepada PT Langgam Harmuni, sehingga 997 petani kehilangan haknya atas kebun kelapa sawit di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
Disebutkan, saat ini PT Langgam Harmuni dan PTPN V adalah terlapor atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan milik petani di Bareskrim Polri dengan No. Laporan Polisi: LP/B/0337/V/2021/BARESKRIM, tertanggal 27 Mei 2021.
Bahkan PT Langgam Harmuni juga dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan perkebunan tanpa izin. Atas laporan-laporan tersebut, Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri telah memeriksa puluhan saksi dan terus pemeriksaaan dikembangkan.
Disebutkan pula, rencana pengesahan izin lingkungan itu merupakan tindakan ceroboh dan melanggar hukum, karena posisi obyek yang dimohonkan izinnya adalah sedang bermasalah dan dalam proses di kepolisian.
Tindakan itu merupakan upaya sistematis menghilangkan alat bukti kejahatan dengan menggunakan tangan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar. Seharusnya Kepala Dinas peka dengan aspirasi banyak pihak yang mendesak agar proses perizinan tersebut dihentikan sambil menunggu proses hukum dan bukannya mempercepat langkah untuk menutupi dugaan tindak pidana pihak lain.
Menurut Setara Institute, penggunaan alat-alat negara dan sektor-sektor pemerintahan melegalisasi perizinan administratif sedang populer digunakan oleh para mafia tanah, mafia perkebunan, termasuk mafia tambang, sehingga konflik hukum menjadi semakin kusut. Sementara para petani, warga masyarakat yang berkonflik dengan korporasi terus diperdaya..(red)