Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar (Foto : Ist)
Padang, Asatu Online— Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat yang baru, Muhibuddin SH MH, segera menuntaskan kasus dugaan korupsi berjamaah dalam penerbitan sertifikat tanah adat Kaum Maboet di Kota Padang.
Kasus ini diduga menyeret nama politisi, pejabat negara, hingga pengusaha berpengaruh yang terlibat dalam proses pembebasan dan sertifikasi tanah adat. Namun, penanganannya di Kejati Sumbar disebut-sebut jalan di tempat.
Ketua Umum BPI KPNPA RI, Tubagus Rahmad Sukendar SH MH, menuding Kejati Sumbar sebelumnya terkesan “setengah hati” dan mengabaikan instruksi langsung dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti perkara tersebut.
“Ada surat resmi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) terkait pelimpahan perkara ini. Tapi Kejati Sumbar diam, seolah tak berdaya,” kata Rahmad Sukendar, Sabtu (25/10/2025).
Rahmad berharap, kehadiran Muhibuddin, yang dikenal berani dan antikorupsi, mampu memutus rantai pembiaran hukum di Sumatera Barat.
“Kami yakin Kajati baru tidak akan main mata. Kasus ini harus dibongkar tuntas, siapa pun yang terlibat — baik pejabat, politisi, maupun pengusaha — harus dipanggil dan ditetapkan sebagai tersangka bila bukti cukup,” tegasnya.
Ia meminta Kejati Sumbar menunjukkan hasil konkret dalam 100 hari pertama masa jabatan, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang selama ini “kebal hukum”.
“Jangan berhenti di level bawah. Kalau ada politisi atau pejabat yang ikut bermain, Kejati Sumbar wajib berani menindak. Hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan politik,” ujarnya.
Rahmad juga menyoroti kejenuhan publik terhadap lemahnya penegakan hukum di Sumbar. Menurutnya, masyarakat sudah bosan melihat hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
“Rakyat Sumbar muak melihat kasus besar dibiarkan menggantung. Ini momentum bagi Kajati baru untuk buktikan integritas dan keberaniannya,” ucapnya.
Ia menilai, dugaan korupsi berjamaah dalam sertifikasi tanah adat bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi penghinaan terhadap hak masyarakat adat dan marwah keadilan.
“Kalau tanah adat pun dikorupsi, itu artinya merampas hak rakyat dan generasi mendatang. Jangan ada kompromi, Kejati Sumbar harus bertindak tegas,” tegas Rahmad.
Rahmad menambahkan, BPI KPNPA RI akan terus mengawal kasus ini hingga ke meja Jaksa Agung bila Kejati Sumbar tidak bergerak cepat.
“Kami tidak akan diam. Kalau Kejati Sumbar masih lamban, kami akan minta Jaksa Agung turun langsung. Jangan biarkan hukum jadi alat kekuasaan,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi berjamaah sertifikasi tanah adat Kaum Maboet ini pertama kali mencuat usai pengaduan resmi BPI KPNPA RI kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Januari 2025.
Sebagai tindak lanjut, Kejaksaan Agung melalui Jampidsus telah melayangkan surat pelimpahan perkara ke Kejati Sumbar pada Maret 2025. Namun hingga kini, belum ada perkembangan berarti, bahkan terkesan diabaikan.
Dengan kepemimpinan baru di tubuh Kejati Sumbar, Rahmad menegaskan publik menunggu langkah nyata.
“Jangan biarkan kasus ini jadi preseden buruk. Kajati baru harus buktikan bahwa hukum di Sumbar tidak bisa dibeli dan tidak tunduk pada tekanan siapa pun,” pungkasnya. (*)















