Bekasi, Asatu Online – Sudah tiga bulan lebih sejak sang ibunda, Dorothea, meninggal dunia, namun hingga kini akta kematian tak kunjung diterbitkan. Dar Edi Yoga, warga Bekasi Utara, dibuat frustrasi oleh ruwetnya birokrasi pencatatan sipil.
Padahal, menurut Dar Edi, seluruh dokumen persyaratan telah diserahkan secara lengkap ke pihak kelurahan dan kecamatan. Namun alih-alih mendapat kepastian, ia justru diminta bersabar karena sistem kependudukan masih mencantumkan adik kandungnya dalam Kartu Keluarga (KK) lama. Padahal, adiknya telah lama pindah domisili dan memiliki KK serta KTP sendiri di Lampung.
“Semua syarat saya penuhi, tapi saya malah disuruh menunggu karena sistem masih mencatat adik saya di KK lama. Padahal dia sudah resmi pindah. Ini benar-benar absurd,” kata Dar Edi saat dihubungi detikcom, Minggu (8/6/2025).
Lebih mengejutkan lagi, pihak kecamatan justru menyarankan agar keluarga melakukan validasi data ke Dinas Dukcapil Lampung atau meminta sang adik membuat surat pernyataan pembatalan pindah.
“Masa akta kematian nggak bisa terbit karena orang yang hidup belum validasi data? Ini bukan sekadar masalah teknis, ini soal akal sehat birokrasi,” tegas Dar Edi.
Merasa tak menemukan solusi, Dar Edi mengaku sudah melaporkan kasus ini ke Sekcam Bekasi Utara Apandi Ahmad dan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto. Namun, hingga saat ini, belum ada respon.
“Kalau datanya sudah diperbarui, kenapa sistem masih hidup di masa lalu? Jangan-jangan sistemnya memang belum siap menyambut kematian—apalagi kematian data,” sindir Dar Edi.
Hingga berita ini diterbitkan, akta kematian atas nama Dorothea belum juga keluar. Dalam suasana duka yang belum tuntas, Dar Edi berharap pemerintah, khususnya Dinas Dukcapil, lebih sigap dan berempati dalam menangani kasus-kasus seperti ini—bukan malah menambah beban keluarga yang berduka. (*)