Jakarta, Asatu Online – Usulan proposal perdamaian yang diajukan PT Lantai Emas Kemenangan Jaya (LEKJ) dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) resmi ditolak para kreditur. Sidang yang digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025), memanas setelah mayoritas kreditur menyatakan keberatan.
Penolakan itu mencuat lantaran skema perdamaian yang dianggap merugikan dan tidak mencerminkan itikad baik dari pihak debitur. Salah satu poin yang menuai protes keras adalah pemotongan 50% terhadap tagihan kreditur konkuren, serta grace period selama 5 tahun, yang dilanjutkan dengan cicilan selama 5 tahun berikutnya.
“Bayar baru mulai tahun 2030 dan itu pun dicicil, bagaimana kami bisa terima?” kata perwakilan kreditur.
Kondisi serupa juga dialami kreditur separatis. Mereka dijanjikan pembayaran mulai 2032, setelah masa tenggang selama 7 tahun, dan dicicil selama 10 tahun. Total utang terhadap kreditur separatis mencapai lebih dari Rp88,4 miliar, sementara kepada kreditur lainnya sebesar Rp23,7 miliar.
Tak hanya itu, para buruh pun turut menyuarakan keberatan. Kuasa hukum buruh menyebut PT LEKJ belum membayar upah 163 pegawai dengan total senilai Rp15 miliar. Bahkan, hak-hak pekerja tidak dicantumkan dalam proposal perdamaian.
“Tagihan buruh ini preperen, seharusnya didahulukan. Bagaimana mungkin proposal ini tidak mencantumkan hak-hak pekerja?” ujarnya.
Kreditur juga menuntut transparansi terkait kondisi keuangan perusahaan. Mereka meminta laporan keuangan lengkap, bukan hanya daftar piutang.
“Kalau dibilang rekening minus, kami harus tahu kenapa. Asetnya apa saja? Siapa tahu ada yang bersedia membeli. Jangan ditutup semua akses,” kata salah satu kreditur.
Menanggapi penolakan tersebut, pihak PT LEKJ menyatakan tetap memiliki itikad baik dan menyebut perusahaan sedang dalam kondisi tidak sehat.
Proses PKPU kini memasuki tahap voting. Hakim pengawas memberikan tiga opsi kepada para pihak. Hasilnya, kreditur sepakat memberikan waktu 30 hari bagi PT LEKJ untuk memperbaiki proposal perdamaian. (*)