Jakarta, Asatu Online – Dugaan pelanggaran serius dalam pembangunan gedung di kawasan Jakarta Pusat kembali mencuat. Bangunan berstruktur baja di Jalan Kaji No. 25, Petojo Utara, Gambir, yang disebut hanya mengantongi IMB lima lantai, kini menjulang hingga 7,5 lantai. Ironisnya, meski pembangunan hampir rampung, belum ada tindakan tegas dari pihak Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (CKTRP) Jakarta Pusat.
Pantauan di lokasi, Senin (21/4/2025), bangunan yang telah berdiri sekitar 80 persen itu terlihat masih beraktivitas. Padahal, IMB yang dimiliki adalah terbitan tahun 2019 dan tidak mengizinkan pembangunan lebih dari lima lantai. Ketiadaan penyegelan dan tindakan hukum memicu dugaan publik adanya pembiaran—bahkan potensi suap.
“Ini bentuk pengabaian terhadap aturan yang jelas. Tidak adanya penertiban menandakan lemahnya pengawasan atau bahkan adanya indikasi suap,” kata Awy Eziary, akademisi dan pengamat kebijakan publik kepada wartawan.
Ia menilai, jika pelanggaran ini terus dibiarkan, perlu ada langkah dari Inspektorat DKI Jakarta untuk mengaudit kinerja pejabat Sudin CKTRP Jakarta Pusat.
Senada, pengamat hukum Dr. Surya Prasetyo menegaskan bahwa praktik seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola pembangunan di ibu kota.
“Pihak berwenang harus segera menindaklanjuti kasus ini, tidak hanya secara administratif, tetapi juga secara hukum. Jika terbukti ada suap atau penyalahgunaan wewenang, ini bisa jadi kasus korupsi serius,” ujarnya.
Tak hanya berdampak hukum, masalah ini juga disebut bisa memicu kerugian negara. Ekonom Prof. Dr. Rini Hardiani menyoroti potensi turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pembiaran terhadap pembangunan ilegal.
“Ketika pengawasan diabaikan, potensi kerugian sangat besar. Ini tidak adil bagi warga yang taat aturan dan bisa menciptakan ketimpangan,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan izin bangunan.
Upaya konfirmasi ke Kepala Seksi Pengawasan Bangunan Gedung Sudin CKTRP Jakarta Pusat menemui jalan buntu. Ruang kerja tertutup rapat dan sejumlah staf terlihat menghindari awak media.
Kasus ini memunculkan dugaan adanya praktik gratifikasi atau pungutan liar yang melibatkan oknum pejabat. Jika benar, maka persoalan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bisa menyeret ke ranah pidana.
Warga mendesak Pemprov DKI Jakarta dan aparat penegak hukum segera turun tangan. Audit menyeluruh dan tindakan tegas terhadap oknum pejabat yang terlibat dalam pembiaran bangunan ilegal dinilai menjadi langkah krusial dalam menegakkan keadilan dan menjaga integritas pemerintahan daerah. (*)