Setelah Berita Neonbox Honda Viral, Kepala Bakeuda Pangkalpinang Bungkam Saat Dikonfirmasi Kembali

  • Share

Reklame neonbox Honda yang tidak bayar pajak reklame ( Foto : Istimewa)

Pangkalpinang, Asatu Online– Kasus pemasangan reklame neonbox Honda tanpa izin di Kota Pangkalpinang terus menjadi perbincangan. Pasalnya, hingga kini, Kamis (13/2/2025) Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kota Pangkalpinang, Yasin, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi kelanjutan kasus reklame neonbox Honda yang dilayangkan Asatu Online terkait dugaan pelanggaran pajak reklame.

Seperti diketahui, pemasangan neonbox Honda di berbagai instansi dan fasilitas publik telah menuai sorotan karena diduga mengakali kewajiban pajak reklame. Honda sendiri menyebut bahwa pajak atas neonbox tersebut ditanggung oleh UMKM dan instansi terkait, bukan oleh pihak perusahaan. Pernyataan ini memicu pertanyaan besar: mengapa pajak reklame yang jelas-jelas mempromosikan produk Honda justru dibebankan kepada pihak lain?

Bakeuda Janji Bertindak, Tapi Tak Ada Respon

Sebelumnya, Yasin sempat menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil Honda untuk menyelesaikan persoalan pajak neonbox ini. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan apakah langkah tersebut sudah dilakukan atau hanya sekadar pernyataan tanpa realisasi.

Saat Asatu Online mencoba mengonfirmasi perkembangan terbaru kepada Bakeuda Kota Pangkalpinang pada Kamis (13/2/2025), Yasin tak kunjung memberikan respons. Bahkan, Kepala Bidang Penagihan, Pendataan, dan Retribusi Periklanan Bakeuda, Hary, yang sebelumnya turut disebut-sebut dalam kasus ini, juga memilih bungkam.

Ketidakjelasan sikap Bakeuda menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Jika aturan pajak reklame begitu tegas bagi UMKM dan pengusaha kecil, mengapa justru perusahaan besar seperti Honda seolah mendapat perlakuan berbeda?

Peluang Denda Pajak dan Sanksi

Jika terbukti melanggar, reklame neonbox Honda berpotensi dikenakan sejumlah pajak dan denda, di antaranya:

1. Pajak Reklame – Kewajiban pajak atas pemasangan iklan di ruang publik.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Jika reklame berdiri di tanah atau bangunan tertentu.

3. Pajak Penghasilan (PPh) – Jika reklame digunakan dalam aktivitas bisnis.

Regulasi ini diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mewajibkan setiap reklame berbayar untuk memenuhi kewajiban pajak daerah.

Pemkot Pangkalpinang Diuji: Berani Tegas atau Tidak?

Kasus ini menjadi ujian bagi Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam menegakkan aturan perpajakan secara adil. Jika tidak ada tindakan tegas, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus berulang.

Masyarakat kini menunggu, apakah Pemkot Pangkalpinang akan berani mengambil sikap tegas atau justru membiarkan ketidakadilan pajak terus terjadi? (Mn)

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *