Proyek Gedung Bahasa Babel Tak Kunjung Selesai, PPK Diminta Tegas Blacklist Kontraktor

  • Share

Proyek Gedung Bahasa Babel Kementerian Pendidikan (Foto : Istimewa)

Pangkalpinang, Asatu Online – Proyek pembangunan Gedung Bahasa di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Provinsi Bangka Belitung yang dikerjakan oleh konraktor PT Elaine Karya Abadi terus menjadi sorotan. Hingga awal Februari 2025, proyek senilai Rp16 miliar ini masih belum rampung, meskipun kontraknya telah berakhir.

Sejak awal, proyek ini dinilai bermasalah. Papan proyek tidak mencantumkan nomor kontrak dan tanggal pelaksanaan, menimbulkan kecurigaan akan minimnya transparansi. Kontrak yang menggunakan sistem lumpsum seharusnya dikenai denda sebesar 1/1000 dari nilai kontrak per hari keterlambatan, yang bisa mencapai puluhan juta rupiah per hari.

Seorang kontraktor yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa hingga Jumat (7/2/2025), progres pembangunan baru mencapai sekitar 70 persen.

“Ini adalah bentuk kegagalan yang nyata. Seharusnya kontrak sudah diputus, bukan malah diberi kelonggaran,” ujarnya.

Selain potensi kerugian negara akibat keterlambatan, masyarakat pun dirugikan karena fasilitas yang seharusnya sudah bisa dimanfaatkan belum juga tersedia. Proyek ini menjadi contoh buruk dalam pengelolaan anggaran negara yang tidak transparan dan minim pengawasan.

Proyek ini dimenangkan oleh PT Elaine Karya Abadi kontraktor asal Surabaya melalui proses lelang yang juga menjadi sorotan. Nilai penawaran yang terlalu mendekati Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menimbulkan dugaan adanya praktik curang atau kolusi.

“Bagaimana mungkin progres fisik baru 70 persen padahal kontrak sudah habis? Ini jelas ada kesalahan, baik di tingkat pelaksanaan maupun pengawasan. PPK seharusnya tegas, bukan malah terus memberi perpanjangan waktu,” tambah sumber lain yang memahami persoalan ini.

Dugaan Keterlibatan Pihak Berwenang

Informasi yang diperoleh Asatu Online menyebutkan, pada akhir Desember 2024, progres fisik proyek ini hanya 58 persen. Padahal, aturan menyatakan bahwa jika progres pekerjaan tidak mencapai 80 persen, maka kontrak harus diputus dan kontraktor wajib di-blacklist.

Namun, muncul dugaan bahwa kontraktor diberikan kesempatan untuk melanjutkan proyek selama 50 hari tambahan sejak 1 Januari 2025 dengan syarat tidak boleh menarik termin pembayaran ketiga.

Hal ini diduga karena kontraktor memiliki hubungan keluarga dengan pihak di Kejaksaan, sehingga mendapat perlakuan istimewa.

Hingga Kamis (6/2/2025), progres pembangunan baru mencapai 70 persen, sementara waktu tambahan yang tersisa hanya 13 hari kalender. Jika demikian, maka ada dua opsi: PPK harus menambah waktu pelaksanaan sekitar 40 hari lagi atau segera memutus kontrak dan menyerahkan pekerjaan kepada kontraktor lain.

Yang menjadi perhatian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini, Ikhsan, disebut-sebut beberapa kali menghindari konfirmasi dari media.

Mendesak Tindakan Tegas

Sejumlah pihak mendesak agar PPK segera mengambil tindakan tegas dengan memutus kontrak dan memasukkan kontraktor dalam daftar hitam (blacklist). Selain itu, evaluasi terhadap pengawasan proyek perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang.

“Kalau ini dibiarkan, maka proyek-proyek pemerintah lainnya akan terus mengalami masalah serupa. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan tanpa kompromi,” pungkas seorang narasumber.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait, termasuk PPK, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maupun pihak kontraktor. Asatu Online akan terus mengawal perkembangan proyek ini. (Mn)

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *