Kaperwil Asatu Online dan anggota PWI Provinsi Aceh, Ir. Marwan. Foto: Dokumentasi.
Banda Aceh, Asatu Online – Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum Keuchik Gampong Cot Seutui, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, terhadap wartawan CNN Indonesia, Ismail M. Adam alias Ismed, pada Jumat malam, 24 Januari 2025, menjadi sorotan tajam. Insiden ini dinilai sebagai bentuk premanisme yang mencederai kebebasan pers dan prinsip negara hukum.
Kekerasan terjadi di sebuah kedai kopi saat Ismed sedang berbincang santai dengan rekan-rekannya. Tanpa diduga, oknum Keuchik bersama sejumlah orang mendatangi korban dan langsung melakukan kekerasan fisik. Ismed dipukul, diinjak-injak, bahkan diseret secara brutal.
Tindakan ini diduga dipicu pemberitaan yang ditulis Ismed terkait inspeksi mendadak Dinas Kesehatan dan KB Pidie Jaya di Polindes Cot Seutui. Sebagai jurnalis profesional, Ismed menyajikan informasi sesuai kode etik jurnalistik. Namun, pemberitaan tersebut rupanya memicu amarah oknum Keuchik, yang kemudian bertindak menggunakan “hukum rimba”.
Insiden ini langsung menuai kecaman dari komunitas pers dan masyarakat. Kaperwil Asatu Online dan anggota PWI Provinsi Aceh, Ir. Marwan, mengutuk keras tindakan tersebut.
“Kami mengecam tindakan premanisme ini. Wartawan adalah pilar demokrasi yang dilindungi oleh undang-undang. Kekerasan ini tidak hanya melukai korban, tetapi juga merusak prinsip kebebasan pers dan mencederai hak asasi manusia,” tegas Marwan, Senin (27/1/2025).
Masyarakat juga menilai tindakan tersebut mencoreng nama baik Gampong Cot Seutui dan menuntut keadilan ditegakkan. “Keuchik adalah pemimpin masyarakat, seharusnya menjadi teladan. Tapi tindakan seperti ini sangat memalukan,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polsek Meurah Dua dengan nomor laporan polisi LP/B/1/1/2025/SPKT/Polsek Meurah Dua/Polres Pidie Jaya. Kapolsek Meurah Dua menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti dan saksi untuk segera menangkap pelaku.
“Kami berkomitmen memproses kasus ini dengan profesional. Tidak ada toleransi untuk tindakan kekerasan, terlebih terhadap wartawan yang dilindungi undang-undang,” ujar Kapolsek.
Tindakan oknum Keuchik tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terutama Pasal 26 dan Pasal 29 yang mengatur kewajiban kepala desa untuk menjaga ketertiban dan melarang tindakan diskriminatif atau meresahkan masyarakat. Selain itu, tindakan ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 8, yang memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Komunitas pers di Aceh menyatakan solidaritas penuh kepada Ismed dan menuntut agar pelaku diproses hukum tanpa pandang bulu. “Jika kasus ini dibiarkan, maka kebebasan pers akan terus terancam. Aparat harus bertindak tegas untuk memberi efek jera,” ujar seorang jurnalis senior di Banda Aceh.
Selain itu, organisasi wartawan mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada jurnalis, khususnya di daerah-daerah yang rawan tekanan dan intimidasi dari pejabat atau pihak tertentu.
Kekerasan terhadap wartawan adalah ancaman serius bagi demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Insiden ini harus menjadi pelajaran bahwa tindakan premanisme tidak memiliki tempat di negara hukum. Penegakan hukum yang cepat dan tegas sangat diperlukan untuk menjaga martabat pers dan memastikan keadilan bagi korban. (Mw)