Program Utama Pemerintah Aceh: Petani, Nelayan, dan Buruh Jadi Prioritas

  • Share

Mujahidin, SH, MH (Foto : Istimewa)

Banda Aceh, Asatu Online – Kepala Bagian Program dan Keuangan Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe, Mujahidin, SH, M.Si., menyoroti rendahnya pengetahuan petani tradisional di Aceh dalam memilih tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah. Kesalahan ini menjadi salah satu penyebab utama gagal panen dan kesejahteraan petani yang tak kunjung membaik.

“Benih yang digunakan sering kali tidak unggul, sementara pemakaian pupuk juga tidak tepat. Akibatnya, hasil panen jauh dari harapan,” ujar Mujahidin dalam diskusi Senin (29/12/2024).

Sebagai contoh, tanaman durian membutuhkan pH tanah 6-6,5 dengan iklim subtropis bersuhu 25-30 derajat Celsius. Sementara rambutan cocok pada pH tanah 5-6,5. Jika pH tanah tidak sesuai, hasilnya bisa gagal panen.

Untuk meningkatkan pH, dolomit atau quicklime bisa digunakan, sedangkan untuk menurunkannya diperlukan peat moss atau kompos. Sayangnya, banyak petani Aceh tidak mengetahui hal ini, sehingga tanah dan iklim potensial mereka tidak dimanfaatkan secara optimal.

Pemahaman tentang pH tanah sangat krusial. Skala pH tanah, yang berkisar dari 0 hingga 14, menjadi indikator penting bagi proses kimia dan biologis tanah.

Alat pengukur seperti pH meter memang akurat, tetapi harganya yang mahal membuat petani kecil kesulitan mengaksesnya. Hal ini memperparah situasi karena mereka tidak dapat mengetahui kecocokan tanaman dengan tanah yang dimiliki.

Mujahidin menegaskan bahwa pemerintah Aceh harus memprioritaskan edukasi dan bantuan teknis kepada petani.

“Program bantuan yang transparan dan kredibel sangat diperlukan. Selain itu, pembentukan tim pembina dari dinas pertanian, akademisi, dan tenaga ahli untuk mendampingi petani di lapangan adalah langkah yang tak bisa ditunda,” tegasnya.

Namun, distribusi bantuan sering kali tidak tepat sasaran. Manipulasi data oleh oknum pemerintah dan keuchik gampong masih menjadi masalah utama.

Mujahidin mengusulkan pembentukan tim independen untuk mengawasi penyaluran bantuan agar masyarakat kembali percaya kepada pemerintah.

Ia juga menekankan bahwa kesejahteraan petani akan berdampak luas pada sektor ekonomi lainnya. Jika petani makmur, daya beli masyarakat di kampung akan meningkat, sehingga sektor perdagangan seperti penjualan kendaraan dan alat pertanian juga ikut terdongkrak.

Di luar sektor pertanian, perikanan Aceh juga dinilai belum berkembang maksimal. Mujahidin menyebutkan bahwa kurangnya dukungan teknologi dan akses pasar menjadi kendala utama.

Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus untuk mendorong modernisasi sektor ini, termasuk membuka peluang ekspor hasil laut Aceh yang sangat potensial.

Selain itu, perhatian terhadap kaum buruh juga tidak boleh diabaikan. “Upah buruh harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak, agar mereka mampu mendukung ekonomi lokal dengan lebih baik,” imbuhnya.

Jika alokasi anggaran pemerintah daerah melalui APBD tidak mencukupi, Mujahidin mendorong Wali Nanggroe, Gubernur, dan DPRA untuk melobi pemerintah pusat. Langkah ini dinilai penting agar ada tambahan dana yang dapat digunakan untuk memberantas kemiskinan di Aceh dan mempercepat pelaksanaan program kesejahteraan.

“Kesejahteraan petani, nelayan, dan buruh adalah fondasi utama kemajuan Aceh. Jika sektor-sektor ini ditangani dengan serius, Aceh akan mampu bangkit dan menjadi daerah yang mandiri serta sejahtera,” pungkas Mujahidin. (Mrn)

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *