BPI KPNPA RI Soroti Kasus Dedi Yulianto yang Mandek di Kejati Babel

  • Share

Dedi Yulianto tersangka korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Provinsi Bangka Belitung periode 2017–2022 (Foto : net)

Jakarta, Asatu Online – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dedi Yulianto, mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, kembali menjadi sorotan publik. Meski telah menyandang status tersangka selama dua tahun dalam kasus korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Provinsi Bangka Belitung periode 2017–2022, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung hingga kini belum juga mengeksekusi penangkapan terhadapnya.

Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Terlebih, dua dari empat tersangka lain dalam kasus yang sama, Hendra Apollo dan Amri Cahyadi, sudah menjalani masa hukuman. Ketiadaan tindakan hukum terhadap Dedi Yulianto memunculkan anggapan bahwa hukum seolah tidak berlaku untuk dirinya.

Sorotan tajam datang dari Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI). Ketua Umum BPI KPNPA RI, Tubagus Rahmad Sukendar, secara tegas mengkritik lambannya langkah Kejati Bangka Belitung dalam menuntaskan kasus ini.

“Kinerja Kejati Babel dalam menangani kasus ini sangat mengecewakan. Mengapa penangkapan terhadap Dedi Yulianto belum dilakukan? Apakah ada ketakutan atau alasan lain di balik ini?” ujar Tubagus Rahmad Sukendar, Sabtu (7/12).

Tubagus menilai bahwa lambannya proses hukum ini mencederai prinsip keadilan dan berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum. Ia pun mengingatkan bahwa hukum harus berlaku sama untuk semua orang, tanpa pandang bulu.

“Jika rekan-rekannya sudah dihukum, lalu mengapa Dedi Yulianto masih bebas? Publik berhak mendapatkan penjelasan transparan terkait kendala eksekusi ini,” tambah Tubagus.

Kasus yang melibatkan Dedi Yulianto disebut merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Namun, hingga kini pihak Kejati Bangka Belitung terus bungkam ketika ditanya tentang perkembangan penanganan kasus tersebut. Konfirmasi yang diajukan berbagai media, termasuk Asatu Online, belum mendapatkan respons.

Momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati pada 9 Desember juga menjadi pengingat bahwa penegakan hukum atas kasus korupsi harus dilakukan secara tegas dan adil. Publik menantikan langkah konkret dari Kejati Babel terhadap kasus Dedi Yulianto.

“Apakah di momen Hari Antikorupsi Sedunia ini, Kejati Babel akan menunjukkan keberpihakannya pada keadilan dengan mengambil tindakan terhadap Dedi Yulianto?” tanya Tubagus.

BPI KPNPA RI menyatakan akan terus mengawal kasus ini. Bahkan, Tubagus mengancam akan melakukan aksi protes di depan Kejaksaan Agung jika Kejati Babel tidak segera mengambil langkah tegas.

“Kami akan menggelar aksi di Kejaksaan Agung jika Kejati Babel terus berdiam diri. Publik tidak bisa terus dibiarkan bertanya-tanya. Ini bukan hanya soal Dedi Yulianto, tetapi soal keadilan dan kepercayaan terhadap hukum di negeri ini,” tegas Tubagus.

Sorotan juga diarahkan pada dugaan adanya faktor non-teknis yang menghambat eksekusi terhadap Dedi Yulianto.

“Apakah ada intervensi atau tekanan tertentu? Jika tidak, mengapa kasus ini begitu sulit dituntaskan?” tanya Tubagus.

Kondisi ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang penanganannya dianggap bermasalah. BPI KPNPA RI mendesak Kejaksaan Agung untuk turun tangan langsung agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.

Sementara itu, masyarakat Bangka Belitung terus mempertanyakan komitmen Kejati Babel dalam memberantas korupsi. Keadaan ini dinilai ironis, mengingat Bangka Belitung selama ini tengah berjuang untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

“Jangan sampai kasus ini menjadi alasan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap Kejati Babel. Penegakan hukum harus dijalankan dengan adil dan tegas,” imbuh Tubagus.

BPI KPNPA RI juga menekankan bahwa langkah hukum terhadap Dedi Yulianto adalah bagian dari upaya membangun integritas dan transparansi di pemerintahan. Tanpa penuntasan kasus ini, cita-cita untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas korupsi sulit terwujud.

Sebagai bagian dari aksi nyata, BPI KPNPA RI mendesak agar Kejati Babel memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait kendala eksekusi terhadap Dedi Yulianto. Hal ini dianggap penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

“Penegak hukum harus transparan. Jika ada kendala, sampaikan kepada publik. Jangan hanya berdiam diri. Kasus ini menyangkut kepercayaan rakyat terhadap institusi hukum,” kata Tubagus.

BPI KPNPA RI mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawasi jalannya proses hukum terhadap Dedi Yulianto. Tubagus mengingatkan bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi dengan keberanian dan komitmen kolektif.

“Korupsi merusak bangsa ini. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan hukum ditegakkan dengan benar, tanpa pandang bulu,” pungkas Tubagus Rahmad Sukendar. (**)

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *