Dr. Marshal Imar Pratama (dok.pribadi)
Pangkalpinang, Asatu Online – Penolakan warga Desa Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Koba terhadap tambang laut di kawasan Batu Beriga dianggap sebagai momen strategis untuk mendorong peningkatan royalti PT Timah bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Dr. Marshal Imar Pratama, seorang akademisi ekonomi, menilai penolakan ini seharusnya diikuti oleh desa-desa lain di Babel untuk memperkuat dasar peninjauan ulang tata kelola tambang serta pembagian hasilnya untuk daerah.
“Puluhan tahun Babel dirugikan. Saatnya memiliki nilai tawar tinggi, setidaknya untuk mendapatkan royalti 10% dari PT Timah. Terkadang, manajemen konflik perlu diciptakan demi tujuan besar untuk Babel,” ujar Marshal, Minggu (3/11/2024).
Marshal menegaskan, kontribusi PT Timah selama ini dianggap tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Menurutnya, PT Timah beralasan kesulitan memberikan royalti 10%, namun justru ada kebocoran keuangan hingga Rp 300 triliun.
“Babel layak mendapat kompensasi yang sepadan demi memperbaiki diri dan mensejahterakan masyarakat,” katanya.
Ia juga menyarankan agar royalti tersebut bisa berbentuk obligasi atau surat berharga, yang menjadi aset investasi jangka panjang bagi Babel.
“Ini tuntutan yang sangat wajar. Setelah ratusan tahun penambangan, masyarakat Babel belum merasakan manfaat signifikan dari timah,” tambahnya.
Marshal menyayangkan pola pikir konservatif yang masih membayangi masyarakat Babel yang mengandalkan tambang sebagai satu-satunya sumber ekonomi. Padahal, menurutnya, Babel bisa maju dengan memaksimalkan sektor lain.
“Isu pertambangan seringkali mencuat saat terjadi konflik antara pelaku tambang dan masyarakat yang menolak tambang,” jelasnya.
Dalam upaya menangani persoalan tambang ilegal, Marshal menilai pendekatan harus lebih komprehensif, terutama bagi masyarakat yang terdampak langsung. Penutupan tambang tanpa solusi pengganti akan berdampak pada ekonomi lokal.
Marshal pun menawarkan sejumlah solusi, antara lain:
1. Pelatihan Keterampilan Alternatif: Masyarakat bisa dibekali keterampilan di bidang pertanian, peternakan, atau usaha kecil yang sesuai dengan potensi setempat.
2. Dukungan Usaha Mikro: Bantuan modal atau akses kredit mikro bagi mereka yang ingin memulai usaha baru pasca-penutupan tambang.
3. Pengembangan Ekonomi Lokal: Potensi daerah seperti pariwisata, kerajinan, atau pertanian berkelanjutan perlu dimaksimalkan untuk menciptakan lapangan kerja baru.
4. Keterlibatan Komunitas dalam Pengambilan Keputusan: Proses penutupan tambang sebaiknya melibatkan elemen masyarakat dalam perencanaan agar tercipta solusi yang adil dan berkelanjutan.
“Pendekatan ini menunjukkan bahwa kebijakan tidak hanya berpihak pada kelestarian lingkungan, tetapi juga kesejahteraan masyarakat,” tegas Marshal.
Marshal menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya posisi tawar yang kuat bagi Babel dalam negosiasi royalti dengan PT Timah.
“Babel butuh kontribusi yang nyata dari timah, minimal royalti 10%. Kalau hanya mengandalkan 1%, kapan kita bisa membangun Babel kembali?” tutupnya. (ha)