Pemkab Bangka Dinilai Tidak Manusiawi, ASN dan Honorer Gelisah Akibat Pemotongan Gaji

  • Bagikan

Caption : SE yng beredar luas di grup WhatsApp

Bangka, Asatu Online – Keresahan melanda pegawai honorer dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bangka setelah beredarnya surat edaran mengenai pemotongan gaji mulai Agustus 2024. Surat ini beredar luas melalui grup WhatsApp, memicu kekhawatiran di kalangan pegawai yang merasa nasib mereka terancam.

Surat edaran dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) menginstruksikan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk segera merasionalisasi tambahan penghasilan ASN sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pemotongan ini berlaku mulai Agustus 2024, dengan gaji honorer dipangkas hingga Desember 2024, sementara ASN hanya sampai November 2024.

Meski mengandung penjelasan mengenai kondisi keuangan Pemkab Bangka, surat ini belum memiliki nomor resmi dan ditemukan di aplikasi Srikandi milik Pemkab, menambah kebingungan dan kecemasan di kalangan pegawai.

Surat yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian (PLH) Sekda Kabupaten Bangka ini telah mengguncang seluruh ASN dan honorer. Salah satu pegawai, W, mengaku sangat stres dengan kabar pemotongan gaji yang bisa menurunkan penghasilannya menjadi hanya Rp1,25 juta per bulan.

“Kebutuhan hidup makin berat, jika gaji dipotong sebanyak itu, saya tidak tahu harus bagaimana,” keluh W pada Jumat (30/08/2024).

AN, seorang pegawai yang menjadi tulang punggung keluarganya, menyatakan keprihatinannya. “Yang gaji normal saja sudah pas-pasan, apalagi kalau dipotong setengah. Bagaimana kami bisa bertahan?” ujarnya dengan nada frustrasi. Ia mengkritik kebijakan Pemkab Bangka yang dinilai tidak memikirkan dampak sosial dan ekonomi bagi pegawai.

AN juga menuding Pemkab Bangka telah melanggar kontrak kerja yang seharusnya menjamin gaji hingga Desember.

“Jika pemotongan berlaku sejak Agustus, Pemkab jelas melanggar kontrak yang mereka buat sendiri,” tegasnya.

Selain itu, AN menilai Pemkab Bangka telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan membayar gaji di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan oleh mereka sendiri.

“Ini bukan hanya pelanggaran kontrak, tapi juga pelanggaran HAM. Pemkab sudah melanggar aturan yang mereka buat sendiri,” pungkasnya. (A1)

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *