Wanita PUI Tolak Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Anak Usia Sekolah

  • Bagikan

Ketua Umum Wanita Persatuan Umat Islam (Wanita PUI) Iroh Siti Zahroh (Foto: Dok. pribadi).

Jakarta, Asatu Online – Wanita Persatuan Umat Islam (Wanita PUI) yang selama ini concern terhadap isu perempuan, anak dan keluarga merasa berkeberatan dan menolak pengaturan yang terkandung dalam Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dengan “penyediaan alat kontrasepsi”.

“Anak usia sekolah dan remaja belum membutuhkan alat kontrasepsi yang rawan disalahgunakan untuk kepentingan perilaku seks bebas,” kata Ketua Umum Wanita PUI, Iroh Siti Zahroh dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Sebelumnya, pada 26 Juli 2024 Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan Reproduksi. Salah satunya dengan “penyediaan alat kontrasepsi”.

PP tersebut berisi 1171 pasal pengaturan. Salah satunya Pasal 103 ayat (4) huruf (e) yang mengatur mengenai Upaya Kesehatan Sistem Reproduksi Usia Sekolah dan Remaja dengan memberikan Pelayanan Kesehatan Reproduksi, di antaranya dengan “penyediaan alat kontrasepsi”.

Menurut Ketua Umum Wanita PUI, frasa penyediaan alat kontrasepsi dalam pasal tersebut mengandung tafsiran pemberian fasilitas salah satu alat kontrasepsi yang dikenal oleh masyarakat yaitu alat pengaman seks berupa kondom.

Meskipun Kementrian Kesehatan telah memberikan penjelasan bahwa Usia Sekolah dan Remaja yang dimaksud adalah remaja yang siap menikah, namun dalam bagian penjelasan tidak menjelaskan terkait “siapa yang menjadi subyek” dari pengaturan mengenai Usia Sekolah dan Remaja itu, karena di bagian Penjelasan Pasal hanya menerangkan “Cukup Jelas”.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa pengaturan itu berpotensi ditafsirkan sebagai penyediaan alat kontrasepsi bagi siapapun yang memasuki usia sekolah dan remaja tanpa ada spesifikasi “bagi remaja yang siap menikah”.

Pernyataan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang melarang perkawinan bagi setiap orang yang berusia di bawah sembilan belas tahun.

“Tentu saja kami menilai frasa dalam pengaturan PP tersebut menjadi tidak jelas makna dan tujuannya serta akan menjadi peraturan yang absurd. Bahkan yang sungguh memprihatinkan, dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja seolah negara memberikan celah terjadinya liberalisasi seks di Indonesia,” kata Iroh.

Pengaturan dalam PP tersebut, lanjutnya, sangat krusial berpotensi merusak moralitas anak usia sekolah dan remaja sebagai generasi bangsa, sehingga tidak relevan untuk dimasukkan dalam PP sebagai Pelaksanaan UU Kesehatan.

Pengaturan dimaksud juga bertentangan dengan sila pertama Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa serta Pasal 28 B UUD RI tahun 1945 yang memberikan hak bagi setiap warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Hadirnya pengaturan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat (4) huruf (e) PP No. 28 Tahun 2024, menurut Ketua Umum Wanita PUI sangat mengkhawatirkan karena bisa menyebabkan maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja Indonesia.

Pengaturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja juga bertentangan dengan tujuan perlindungan anak Indonesia dari kejahatan seksual serta bertentangan dengan semangat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Penyediaan alat kontrasepsi akan dimaknai sebagai “legitimasi” negara bagi perilaku persetubuhan yang dapat dilakukan remaja sehingga dapat mereduksi jaminan perlindungan anak dari persetubuhan dengan sesama anak di bawah umur (usia sekolah) sebagaimana diatur dalam Pasal 76 E pada frasa tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul.

Akibatnya, pengaturan perlindungan anak dari kejahatan seksual akan menjadi blunder serta dapat meruntuhkan nilai-nilai moralitas yang telah hidup (living law) di dalam masyarakat Indonesia selama ini.

“Sehubungan dengan itu kami meminta Pemerintah segera meninjau kembali dan melakukan revisi terhadap pengaturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi pada Pasal 103 ayat (4) huruf e, karena bertentangan dengan Sila Ketuhanan yang tercantum dalam Pancasila serta bertentangan dengan pasal-pasal perlindungan anak terhadap kejahatan seksual,” kata Ketua Umum Wanita PUI. (**)

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *