Ilustrasi korupsi (Foto : net)
Jakarta, Asatu Online -Nama Erzaldi Rosman, mantan Gubernur Bangka Belitung, disebut jaksa dalam skandal korupsi timah yang terungkap dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Suranto Wibowo, mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2019. Dakwaan ini dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (31/7/2024).
Pada Februari 2018, di Hotel Novotel Bangka Belitung, Alwin Albar dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemilik smelter, termasuk perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Dalam pertemuan tersebut, Alwin Albar dan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani meminta para pemilik smelter untuk memberikan 5% dari kuota ekspor mereka kepada PT Timah, Tbk. Permintaan ini didasarkan pada fakta bahwa bijih timah yang diproduksi oleh smelter tersebut berasal dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk.
Kesepakatan tercapai bahwa para pemilik smelter swasta akan mengirimkan bijih timah sebesar 5% dari ekspor mereka kepada PT Timah, Tbk. Untuk mengontrol pengiriman tersebut, dibuat sebuah grup WhatsApp bernama “New Smelter”. Namun, karena beberapa smelter tidak setuju, diadakan pertemuan lanjutan di Hotel Borobudur Jakarta pada 26 Mei 2018.
Pertemuan di Hotel Borobudur dihadiri oleh mantan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman, Kapolda Bangka Belitung Brigjen (alm) Drs. Syaiful Zachri, Direktur Utama PT Timah, Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, serta para pemilik smelter swasta. Pertemuan tersebut menegaskan kembali bahwa smelter swasta harus mengirimkan bijih timah ke PT Timah, Tbk untuk mendukung kepentingan nasional, meskipun bijih timah tersebut berasal dari penambangan ilegal.
Agar pengiriman bijih timah tersebut terlihat legal, Alwin Albar dengan sepengetahuan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mencatatkan bijih timah tersebut sebagai produksi dari program Sisa Hasil Penambangan (SHP) PT Timah, Tbk. Pembayaran dilakukan oleh PT Timah, Tbk berdasarkan harga pokok produksi yang telah ditetapkan, dengan perhitungan tonase dan kadar timah.
Namun, pada Juni 2018, pengiriman bijih timah sebesar 5% ini dihentikan karena masih ada smelter swasta yang tidak patuh. Program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah, Tbk dan pengiriman bijih timah yang dikirimkan oleh smelter swasta sejak 2017 hingga 2018 terbukti sebagai rekayasa untuk melegalisasi penambangan dan pembelian bijih timah ilegal.
Akibat skandal ini, PT Timah, Tbk mengalami pengeluaran tidak seharusnya sebesar Rp 5.133.498.451.086 (lima triliun seratus tiga puluh tiga miliar empat ratus sembilan puluh delapan juta empat ratus lima puluh satu ribu delapan puluh enam rupiah), yang menambah panjang daftar kerugian negara akibat praktik korupsi di sektor pertambangan. (**)
Catatan ; Berita ini diterbitkan berdasarkan dakwaan Jaksa terhadap Suranto Wibowo yang diterima oleh redaksi dari penyidik Kejaksaan Agung.
Namun, berita fakta ini dilaporkan oleh PH Erzaldi Kepada Dewan Pers. Dan pada Tanggal 11 November 2024, redaksi asatuonline.id menerima surat dari Dewan Pers yang isi nya sebagai berikut ;
Nomor : 1328/DP/K/XI/2024 Jakarta, 7 November 2024
Lampiran : –
Hal : Penilaian Akhir dan Rekomendasi
Kepada Yth.
- Saudara Erzaldi Rosman, Mantan Gubernur Babel
c.q. melalui kantor hukum Yusmainar SH
- Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Media Siber Asatu Online (asatuonline.id)
Di Bangka Belitung
Dewan Pers menerima pengaduan dari Saudara Erzaldi Rosman, mantan Gubernur Babel (melalui kantor hukum Yusmainar SH (selanjutnya disebut Pengadu) tertanggal 30 September 2024. Pengadu keberatan dengan berita di media siber Asatu Online (selanjutnya disebut Teradu) berjudul: “Skandal Korupsi Timah Pertemuan di Hotel Borobudur, Ungkap Dugaan Keterlibatan Erzaldi Rosman” dengan tautan: https://asatuonline.id/2024/08/03/skandal-korupsi-timah-pertemuan-di-hotelborobudur-ungkap-dugaan-keterlibatan-erzaldi-rosman/, tayang 3 Agustus 2024.
Pengadu menilai berita Teradu tidak benar karena tidak berdasarkan fakta, bersifat fitnah, imajinatif, dan sepihak. Pengadu juga menilai berita Teradu sarat kepentingan dan merupakan upaya pembunuhan karakter Pengadu, yang sedang mengikuti proses pencalonan Gubernur Babel periode tahun 2024.
Dewan telah menganalisa berita-berita yang diadukan dan mendapatkan sejumlah temuan:
- Berita yang diadukan menggunakan sumber tunggal anonim, yaitu isi dakwaan JPU
- Tidak ada upaya konfirmasi kepada pihak yang disebut dalam berita yang diadukan yang berpotensi dirugikan.
- Media Teradu belum terdata di Dewan Pers
- Penanggung jawab/Pemimpin Redaksi media Teradu sudah tersertifikasi Dewan Pers sebagai wartawan utama.
Berdasarkan analisis dan temuan di atas Dewan Pers menilai:
- Berita Teradu melanggar pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak berimbang
- Berita Teradu melanggar ketentuan butir 2 huruf a dan b, Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber terkait verifikasi dan keberimbangan berita, bahwa setiap berita harus melalui verifikasi, serta berita yang merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
Demi pelaksanaan fungsi Dewan Pers antara lain “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan bahwa “penilaian akhir atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan Dewan Pers” sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Jurnalistik maka berdasarkan penilaian tersebut, Dewan Pers merekomendasikan:
- Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah hak jawab diterima untuk berita nomor 2 dan 3.
- Pengadu menyampaikan Hak Jawab kepada Teradu secara proporsional selambat-lambatnya 7 x 24 jam setelah surat ini diterima.
- Teradu memuat catatan di bagian bawah berita yang diadukan yang menjelaskan bahwa Dewan Pers telah menilai berita tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik. Teradu juga wajib menyertakan tautan berita yang berisi Hak Jawab dari Pengadu.
- Teradu wajib menautkan Hak Jawab dari Pengadu pada berita awal yang diadukan, sesuai dengan angka 4 huruf b Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber yang menyatakan “Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab”.
- Hak Jawab, atas persetujuan para pihak, dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, features, atau liputan sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Hak Jawab (Peraturan Dewan Pers Nomor 9/PeraturanDP/X/2008).
- Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu pada butir 2, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab.
- Apabila Teradu tidak memuat hak jawab seusai dengan batas waktu butir 1, maka Pengadu wajib melaporkan ke Dewan Pers.
- Teradu segera mengajukan proses pendataan/verifikasi Perusahaan Pers ke Dewan Pers selambat-lambatnya enam bulan setelah penandatanganan risalah ini.
- Teradu dalam menjalankan tugas jurnalistik wajib berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/III/2012).
Tidak melayani Hak Jawab bisa dipidana denda sebanyak-banyaknya Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pengadu dan Teradu juga dapat berkomunikasi langsung agar masalah ini bisa lebih cepat selesai.
Demikian untuk menjadi perhatian dan untuk dilaksanakan
Dewan Pers
Dr. Ninik Rahayu S.H, M.S. Ketua