Kilas Balik Program Pengamanan Aset Bijih Timah Di dalam IUP PT Timah Tbk

  • Share

Kantor PT Timah Tbk ( Foto : ist) 

Oleh Suherman Saleh*

Bangka, asatuonline.id – Kegaitan pengamanan aset (Pamaset) PT Timah Tbk dengan salah satu program jemput bola dengan produk Sisa Hasil Pengolahan (SHP), yang dilakukan atas kebijakan manajemen PT Timah Tbk yang dikeluarkan melalui Peraturan Perusahaan (PP) No.030 tahun 2018 tentang Pengamanan Aset Bijih timah di WIUP PT.Timah Tbk yang ditanda tangani M.Riza Pahlevi Tabrani Selaku Dirut PT Timah Tbk menjadi masalah.

Diketahui, pada suatu kesempatan di acara sharing sesion dengan serikat pekerja yaitu IKT pada awal tahun 2019 yang dihadiri direktur Keuangan PT.Timah Emil Erindra didampingi Direktur SDM Muhammad Rizki menyampaikan tentang evaluasi terkait hasil produksi yang didapatkan dari giat pamaset atau program jemput bola memperoleh produksi bijih timah 44.000 ton Sn dan logam 33.000 Mton logam,jadi ada 11.000 ton ore bijih timah yang belum bisa menjadi logam alias Timah berkadar rendah

Artinya ada cash flow perusahaan yang terlambat dan menjadi beban hutang perusahaan saat itu dengan asumsi biaya dari 11.000 ton ore bijih timah, dengan asumsi harga bijih Rp.200.000 /kg Sn, artinya ada biaya 2,2 Triliun Rupiah dengan asumsi bunga bank pada saat itu sekitar+- 8% artinya 15 miliar bunga perbulan ditanggung perusahaan.

Dengan kondisi tersebut maka direksi menyampaikan agar produksi kedepan bisa dilakukan hasil produksi yang cepat proses dalam arti mendapatkan bijih timah kadar tinggi sehingga langsung bisa dilebur menjadi logam.Yang menjadi awal terjadinya kegiatan pamaset dengan mitra lokal guna mengumpulkan bijih timah dan dimasukan ke setiap wilayah produksi darat dan laut , mulai Bangka Tengah, Bangka Induk, Bangka Barat, Bangka Selatan, dan Belitung , serta Wilayah Produksi Laut Bangka (UPLB).

Khusus di Bangka Selatan dan Bangka Tengah melalui Kabid Wasprod menerima bijih timah kadar tinggi dari mitra usaha antara lain CV.Salsabila utama, CV BIM, tanpa SPK artinya langsung dari kolektor dengan dibalut badan usaha dan berlanjut ke Bangka Tengah sejak 1 Juli 2019.

Jadi secara otomatis menghilangkan kompensasi langsung ke masyarakat penambang yang notabenenya merubah pola SHP ke pengamanan bijih timah kadar tinggi .

Dan pararel dengan kondisi keuangan yang ternyata telah menggunakan anggaran perusahaan yang disampaikan Direktur Keuangan Emil Erindra sebesar 6 Triliun plus 1 triliun untuk membayar kerjasama penglogaman (berbentuk logam Crude tins) dengan smelter swasta.

Dimana dana pembayaran bijih dan penglogaman tersebut didapatkan perusahaan dari pinjaman bank antara lain Bank BRI, Mandiri, BNI yang seperti yang disampaikan Emil saat acara tersebut.

Yang menjadi pertanyaan sampai saat ini dikarenakan belanja perusahaan terkait kompensasi baik darat maupun laut Bangka hanya +- 2 Triliunan Rupiah berdasarkan informasi disalah satu media online.

Dimana didalam berita itu disebutkan, biaya jemput bola untuk produksi darat sebesar -+ hanya 1 Triliun Rupiah dan produksi laut Bangka menggunakan anggaran hanya sebesar 985 miliar rupiah. Menjadi pertanyaan kemanakah Aliran dana 6 Triliun Rupiah tersebut. Artinya ada -+ 4 Triliun Rupiah yang disampaikan tidak bisa dijelaskan oleh Emil saat ditanyakan salah satu peserta sharing saat itu.

Padahal waktu itu dijelaskan Emil dan M.Rizki agar IKT mensosialisasikan hal ini kepada anggota tentang pelaksanaan program perusahaan guna menghindari riak diinternal yang juga agar IKT support dimana para pengurus serikat saat itu juga menjadi bagian dan pejabat dari direktorat operasi produksi.

Namun disayangkan saat itu direktur operasi dan produksi Alwin Albar tidak bisa hadir termasuk Dirut PT.Timah Tbk terkait pola jemput bola dan kerjasama dengan Smelter Swasta dan ternyata menajemen melalui Direktur Keuangan Emil Erindra telah meminjam dana sebesar 7 triliunan guna membayar kegiatan tersebut.

Belum lagi tentang keterbukaan pola kerjasama Smelter yang pada saat itu terkesan tidak adanya transparansi mengenai legalitasnya.

Pada saat itu sempat ditanyakan saudara Anggi Siahaan selaku Sekretaris Umum Ikatan karyawan Timah (IKT) dan sebagai Ka.Humas PT.Timah Tbk, apakah pola kerjasama dengan smelter swasta ini sudah benar atau ada impikasi kedepan, dijawab pihak manajemen oleh Direktur Keuangan Emil Erindra menyampaikan tidak salah karena tidak masalah mau dibilang nambang legal atau ilegal karena dilakukan didalam IUP PT.Timah Tbk dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Namun Emil menyampaikan jika baiknya produksi harusnya bukan dari pembayaran logam Crude tin yang diproduksi Smelter yang berbiaya tinggi atau diatas harga pokok perusahaan namun harusnya bijih timah merupakan produksi langsung dari kawan kawan produksi dengan kadar tinggi, sehingga cepat menjadi uang dan membantu cash flow perusahaan.

Sementara itu menurut Suryadi Djabar Hamid selaku Wakil Ketua IKT dan juga Kabid Pengolahan Bangka pada saat itu malah Crude Tin yang dihasilkan oleh pihak smelter tersebut menyebabkan banyak backlog logam (logam gagal ekspor) dan menjadi beban pihak pusat peleburan (Pusmet Muntok) yang dikirim oleh pihak smelter swasta yang mendapatkan SPK penglogaman Timah.

Namun disayangkan pihak BOD PT Timah Tbk sejak akhir tahun 2018 dan seterusnya pada kondisi tersebut pihak manajemen mengambil langkah melakukan tetap melakukan kerjasama dengan pihak smelter swasta antara lain RBT, VIP, MCM, SBS dll dengan memberikan SPK Pengangkutan dan sekaligus kontrak peleburan dan Penglogaman Timah pada semua wilayah Izin Usaha Pertambangan PT.Timah Tbk di Bangka Belitung yang menyebabkan PT.Timah Tbk mengalami masalah terkait Kasus Tata Kelola Niaga Timah 2015-2022 dan juga kerusakan lingkungan yang dilakukan mitra smelter yang merugikan negara hingga ratusan Triliunan Rupiah yang saat ini masih dalam proses penyidikan pihak Kejagung RI.

Dimana dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan Emil Erindra selaku Direktur Keuangan dan Reza Pahlevi selaku Direktur Utama sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba Jakarta serta beberapa direktur dari pihak smelter swasta sebagai tersangka dalam kasus yang sampai saat ini masih terus berjalan.

Pemred asatuonline.id

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *