Penyidik Kejaksaan Agung (Foto : ist)
Jakarta, Asatu Online – Kejaksaan Agung tengah menyelidiki secara mendalam kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, menyampaikan hal ini kepada wartawan pada Senin (18/2/2024).
Kejaksaan Agung juga akan memeriksa pihak yang bertanggung jawab sebagai regulator, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami sedang menelusuri bagaimana pengawasan lingkungan dan pertanggungjawabannya. Kami sedang mencari tahu keterlibatan pihak-pihak dalam peristiwa hukum ini, termasuk KLHK dan lainnya,” ungkap Kuntadi dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan.
Dia menjelaskan bahwa penyidik masih memeriksa kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Kejaksaan juga akan mengevaluasi peran regulator dalam kasus tersebut.
“Tunggu saja, kami masih dalam tahap penyelidikan. Kami akan mengevaluasi apakah ada keterlibatan pihak lain atau tidak. Kami baru memeriksa pejabat di PT Timah. Kami juga akan meninjau peran regulator, tunggu saja,” katanya.
“Mengenai ESDM, semua pihak yang relevan akan kami mintai keterangan. Jika ada pelanggaran hukum, kami akan menuntut pertanggungjawaban hukumnya,” tambahnya.
Kasus ini juga menimbulkan kerugian lingkungan yang signifikan. Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, mengungkapkan bahwa kerugian akibat kerusakan hutan di Bangka Belitung mencapai Rp 271 triliun.
“Kerugian tersebut mencakup kerusakan lingkungan di kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Kerugian di kawasan hutan mencapai Rp 223,366 triliun, sedangkan di nonkawasan hutan sebesar Rp 47,703 triliun,” terangnya.
Lebih lanjut, Bambang mencatat bahwa luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung sekitar 170,363,064 hektar, dengan luas galian yang memiliki izin tambang sebesar 88,900,462 hektar.
Perhitungan kerugian ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Pada saat yang sama, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, menegaskan bahwa kerugian lingkungan hidup ini berbeda dengan kerugian keuangan negara, dan bahwa jumlah kerugian negara masih dalam perhitungan.
Sebagai informasi, selama ini diduga pihak ESDM dan KLHK sangat lemah dalam pengawasan tata niaga komuditas timah ini. Padahal Direktur Jenderal Gakkum LHK, Rasio Ridho Sani, merupakan putra asli Provinsi Bangka Belitung. Dan kabarnya, beliau sering pulang kampung, namun sangat aneh kalau beliau tidak mengetahui kerusakan lingkungan di Provinsi Bangka Belitung yang begitu parah. Semestinya, beliau mengetahui, sewaktu mau turun dari pesawat juga, nampak terlihat kerusakan lingkungan Provinsi Bangka Bangka Belitung yang sangat parah.
Sejak perkara ini dimulai, Kejagung telah memeriksa 130 orang sebagai saksi. Hingga kini penyidik telah menetapkan 13 orang tersangka dalam perkara itu. Dengan satu tersangka lain terkait terkait dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Berikut rinciannya:
1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka perintangan penyidikan perkara
11. R General Manager PT TIN
12. .SP selaku Direktur Utama PT RBT.
13.RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT. [red]