Potret Fenomena Pemilu: Modal Besar untuk Sukses di Politik

  • Share

Opini

 

Oleh Marwan*

Aceh, Asatu Online – Sistem demokrasi saat ini menuntut para calon pemilu untuk mengeluarkan modal besar, baik untuk menjadi anggota DPR, DPRD, DPRK, maupun Presiden. Tim sukses yang profesional menjadi kunci, karena istilah politik “Jangan Beli Kucing dalam Karung” menggambarkan pentingnya memilih pemimpin yang tepat.

Namun, keterbatasan pemahaman politik masyarakat memaksa tim sukses untuk membaca situasi dengan cermat agar calon yang tepat dapat menawarkan apa yang diperlukan oleh masyarakat.

Kondisi mayoritas rakyat Indonesia masih miskin, sehingga momen ini dimanfaatkan oleh tim sukses yang cekatan. Kampanye sering kali melibatkan pemberian sumbangan dan hadiah kepada masyarakat. Strategi ini, ditambah dengan serangan fajar dan manipulasi publik, menjadi bagian tak terpisahkan dari politik Indonesia.

Pada saat pemilu, modal besar menjadi keharusan bagi calon anggota DPR atau Presiden. Survey dan pengamatan dari tim sukses menjadi penentu popularitas calon di mata masyarakat. Sandiwara politik pun dimulai untuk meningkatkan keyakinan akan kesuksesan calon tersebut.

Namun, paradoksnya adalah bahwa sistem demokrasi kita terkadang meniru gaya Amerika tanpa menyadari perbedaan masyarakat kita yang belum sejajar dengan mereka.

Ada kebutuhan untuk memunculkan pemimpin seperti “Bung Karno”, yang kecerdasan dan pengabdiannya lebih dari sekadar modal besar. Beliau lahir dari perlawanan terhadap penjajah tanpa menyerah secara politik.

Dalam konteks sekarang, terpilihnya pemimpin sering kali diiringi oleh pertanyaan: bagaimana modal yang telah dikeluarkan dapat kembali? Hal ini menjadi salah satu alasan di balik kasus penangkapan oleh KPK terhadap anggota DPR, Gubernur, Bupati, bahkan Kepala Desa. Keharusan untuk mengembalikan modal politiknya seringkali membawa implikasi yang merugikan.

Ini menjadi panggilan bagi elit politik dan pemerintah untuk memikirkan model demokrasi yang lebih cocok bagi negara kita, sehingga biaya politiknya tidak terlalu tinggi. Melihat cinta terhadap negara, haruslah ada pertimbangan untuk masa depan yang lebih baik.

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *