Sebagai perusahaan tambang timah terbesar dan tertua di Indonesia, pada tahun 2022 mengalami penurunan produksi secara drastis tercatat hanya mencapai 20 ribu ton dari 35 ribu – 40 ribu ton rata-rata produksi per tahun.
Wakil Ketua Umum Persatuan Karyawan Timah (PKT) Ahmad Murni, SH-red melihat kondisi produksi yang mengalami penurunan diduga dipengaruhi oleh penambangan ilegal maupun export logam timah ilegal,
“ Kondisi pertimahan saat ini pasti mempengaruhi kehidupan di babel karena tingkat ketergantungan masyarakat sangat erat kaitannya dengan segala proses terkait pertimahan ini”. terangnya.
PT Timah Tbk (TINS) diperkirakan mengalami kerugian Rp 2,5 triliun per tahun akibat penambangan ilegal. Menurutnya kerugian tersebut sangat besar, bahkan setiap tahunnya perusahaan harus kehilangan bijih timah hingga 20 ribu ton.
Beliau juga menyinggung perihal persetujuan RKAB yang di keluarkan oleh Kementerian ESDM mencatat ada 98 perusahaan yang telah mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan timah untuk tahun ini. Dari puluhan permohonan tersebut 18 RKAB yang telah disetujui.
“ Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan/menyetujui beberapa RKAB yang telah di ajukan oleh puluhan Perusahaan pertimahan. Kita sebagai pelaksana langsung dalam proses bisnis pertimahan juga mendukung agar seluruh RKAB perusahaan pertimahan yang telah di setujui agar di lakukan audit dengan tujuan tertentu/pemeriksaan dari lembaga negara dan APH. Hal ini berkaca dari kasus yang menjerat öknum pejabat kementerian ESDM dan oknum pelaku penambangan nikel saat proses penerbitan RKAB,”Jelasnya
Seperti diketahui, regulasi yang mengatur pengajuan dan pelaksanaan RKAB Minerba tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik. Selain itu, tertuang pula pada Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Seperti di ketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah aturan perihal termin pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) menjadi tiga tahun dari yang saat ini berlaku secara tahunan.
“Momen rencana mengubah aturan masa berlaku RKAB yang di rencanakan tersebut menjadi momen tepat para penegak hukum di kepulauan Bangka Belitung untuk mengaudit seluruh Perijinan yang di keluarkan oleh pemerintah untuk menjadi masukan APH kepada pemerintah dalam mengeluarkan persetujuan seluruh perijinan terutama terkait RKAB tersebut”.tuturnya. (Gj)