Bandung, Asatu Online – Aktivis Anti Korupsi (AAK) Kota Bandung Agus Satria, mengatakan kasus dugaan korupsi bantuan politik kami telah melaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) di Jawa Barat beberapa bulan lalu.
Bahkan, terkait dugaan korupsi yang menyeret oknum wakil rakyat di Kota Bandung sudah ada perkembangan baru dalam kasusnya tersebut oleh penegak hukum sudah menjadi atensi, kata Agus pada awak media, Rabu (3/8).
Agus menjelaskan laporan yang dilayangkannya terkait dugaan kasus korupsi anggota DPRD Kota Bandung tersebut terjadi dari tahun 2018 hingga tahun 2022 dengan anggaran Rp 601.315.500.
Dana bantuan tersebut bersumber dari APBD yang diberikan kepada partai politik. Sebagai bentuk pertanggungjawaban maka partai politik harus melaporkan penggunaan anggaran tersebut sesuai dengan ketentuan.
Namun, oknum yang dilaporkan tersebut yang notabene sebagai anggota DPRD Kota Bandung berinisial ES diduga membuat laporan pertanggungjawaban tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Kami menganalisa laporan pertanggungjawaban yang dibuat ES yang kini menjabat anggota DPRD Kota Bandung bodong dan akal akalin,” jelas Agus Satria, Aktivis AAK.
Agus menuturkan untuk memuluskan niat jahatnya diduga oknum tersebut memalsukan tanda tangan.
“Saya lihat dalam laporan pertanggungjawaban itu seolah olah telah menerima uang perjalanan dinas yang bersumber dari uang bantuan politik tadi, padahal uangnya diduga masuk kantong sendiri,” tuturnya.
Agus dalam keterangannya pada awak media juga mencontohkan mengenai modus pemalsuan tanda tangan itu, dengan membandingkan tanda tangan asli dengan tanda tangan palsu.
Kemudian diyakini itu tandatangan dipalsukan juga karena ada surat pernyataan tidak menerima uang sebagai mana yang dirinci dalam laporan pertanggungjawaban.
Dengan data-data ini, kuat dugaan oknum tersebut telah membuat laporan pertanggungjawaban fiktif. Jadi sudah menjadi terang benderang terkait dugaan kasus korupsi tersebut, sambungnya.
“Agus menambahkan, Banpol yang kami duga bermasalah itu selama tiga tahun berturut turut, namun yang paling kentara yakni Banpol tahun 2018,” imbuhnya.
Menurut Agus dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 36 tahun 2018 sudah dijelaskan bahwa penggunaan Banpol itu untuk pendidikan politik, operasional sekretariat, bukan perjalanan dinas, apalagi fiktif, terang Agus…(*)