Oleh : Suherman Saleh Redaksi Asatuonline.id
Pangkalpinang, Asatuonline.id– Keputusan Hakim Pengadilan Tipikor Pangkalpinang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Efendi SH MH yang membebaskan semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung dalam kasus korupsi di tubuh PT Timah Tbk dengan terdakwa Ali Samsuri cs, mencederai rasa keadilan bagi masyarakat Provinsi Bangka Belitung khususnya dan semua masyarakat di Repubilik Indonesia merasa kaget.
Pasalnya, kasus korupsi adalah musuh negara, musuh semua rakyat Indonesia yang kita cintai ini. Setiap tahun uang negara hilang Triliun Rupiah digerogoti oleh Tikus – Tikus korupsi. Namun yang tidak habis pikir, masih ada kasus korupsi yang dituntut oleh JPU dengan tuntutan 10 tahun, tetapi oleh Hakim dilepas.
Seperti yang terjadi pada Selasa (25/5/2021) di Pengadilan Tipikor Pangkalpinang. Kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Ali Samsuri, Agat dan Ajang. Dalam kasus korupsi tersebut, Hakim Pengadilan Tipikor Pangkalpinang Efendi SH MH cs membebaskan terdakwa Ali Syamsuri, Agat dan Ajang dari semua tuduhan JPU.
Alasan Hakim Ketua Efendi cs tidak masuk dalam akal sehat. Hakim Efendi cs beralasan saat ini PT Timah bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lagi, bukan milik negara lagi, jadi menurut Hakim Efendi cs kasusnya bukan ranah tipikor.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Beni Harkat SH.SE. MH pihaknya sangat menghormati keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pangkalpinang.
Menurut nya, apapun pertimbangan yang telah dibacakan itulah pendapat majelis hakim. Tapi kami juga tidak sependapat artinya kami tetap pada pembuktian kami, tentu ada mekanisme upaya hukum untuk melakukan kasasi sesuai dengan waktu yang diatur dalam undang – undang. Tentu kami konsultasi dengan Kejati Bangka Belitung dulu terkait dengan putusan hari ini.
“Intinya hakim berpendapat PT Timah bukan BUMN,karena PT Timah tidak ada peryertaan modal dari APBN ke PT Timah itu yang di sampaikan jadi kerugian PT Timah bukan kerugian Negara ya, menurut kami tidak tepat, contoh kecil PT Prefot ,PT Antam dan PT Bukit Asam jadi itu semua bukan BUMN?…mungkin majelis hakim mempunyai pertimbangan sendiri dan kita hormatilah. Saya tidak mau berkomentar banyak mengenai apa yang disampaikan oleh majelis hakim dalam putusan tapi kita tetap pada upaya hukum,” ujar Beni usai menjalani sidang, Selasa (25/5/2021).
Kontrol PT Timah Tetap Oleh Negara.
Memang melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPSLB) pada 29 November 2017, tiga BUMN sektor tambang akan melepas status Persero. Ketiganya adalah PT Antam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
Keputusan ini berkaitan dengan proses dibentuknya Holding Pertambangan, dimana kepemilikan mayoritas Antam, Timah dan Bukit Asam yang semula dipegang negara menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno memastikan bahwa meski berubah statusnya dari persero menjadi non persero, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis.
“Negara kan masih punya saham dwiwarna di tiga perusahaan itu. Jadi masih memiliki wewenang untuk hal penunjukan dewan direksi, komisaris dan perubahan anggaran dasar. Termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi,” kata Harry saat ditemui disela Rapat Kordinasi BUMN di Bengkulu, Rabu (22/11/2017).
Selain itu, Kementerian BUMN juga menjamin perubahan nama dengan hilangnya persero tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. Harry pun menegaskan, segala proses pembentukan holding sudah sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku.
“Semua sudah sesuai UU. Waktu itu PP 72 [Tahun 2016] memang pernah digugat, tapi dinyatakan oleh Mahkamah Agung ini tidak bertentangan dengan UU manapun, artinya kontrol tetap oleh negara,” tuturnya.
Kronologi Kasus Ali Samsuri.
Lika-liku terjadinya tindak pidana korupsi dalam pembelian biji timah yang mengandung terak di unit gudang Baturusa pada PT Timah Tbk sudah jelas dan terungkap dengan gamlang dalam dakwaan yang lalu.
Terungkap perkara korupsi berawal dari pertemuan antara terdakwa Ali Samsuri selaku kepala UPLB (unit produksi laut Bangka PT Timah) dan terdakwa Agustino als Agat.
Dalam pertemuan di tahun 2019 itu Ali Samsuri menawarkan kepada Agat supaya mengajukan permohonan sebagai mitra melalui bidang pengawasan tambang dan pengangkutan area 1 Baturusa UPLB.
Gayung pun bersambut.
Bulan April 2019 Agat kembali menemui Ali Samsuri dengan mengatakan rencananya jadi mitra untuk melaksanakan kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan biji timah dalam lokasi PT Timah. Padahal diketahui saat itu, CV Mentari Bangka Sukses (MBS) belum terbentuk.
Sembari itu semua, seorang Agat mulai melaksanakan niat bulusnya dengan membentuk CV MBS itu namun dengan menjadikan seorang direktur boneka yakni terdakwa Tayudi als Ajang. CV MBS itu sendiri didirikan pada tanggal 3 Mei 2019 dengan notaris Ari Wibawa.
Tayudi als Ajang sendiri merupakan orang dekat Agat yang mana sudah 10 tahun bekerjasama.
Terdakwa Ali Samsuri kemudian menyuruh Andika Saputra untuk membuat surat perintah kerja (SPK) kepada CV MBS.
Setelah itu Agat sendiri meminta supaya SPK itu diserahkan kepada sang direktur boneka Tayudi als Ajang sekaligus guna menandatanganinya. Setelah itu SPK yang sudah ditandatangani oleh Tayudi diserahkan Agat kepada Ali Samsuri.
Menariknya lagi, ternyata ada rekayasa lagi terkait SPK itu. Dimana SPK nomor: 017/SHP/UPLB/Tbk/SPK-310/19-S2.4 yang seolah-olah dibuat dan ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2019 namun kenyataanya saksi Andika Saputra -staf- mencetak SPK tersebut pada tanggal 17 Mei 2019.
Tidak cukup di situ, terdakwa Ali Samsuri saat menandatangani ternyata dokumen tersebut tidak dilengkapi dengan surat permohonan sebagai dari CV MBS.
Dalam operasionalnya terdakwa Agat sendiri yang langsung turun tangan.
Dimana Agat ternyata membeli biji timah dari kolektor di luar mitra PT Timah atas arahan dari Ali Samsuri melalui Andika Saputra kemudian menjualnya kepada bidang pengawasan tambang dan pengangkutan area 1 Baturusa UPLB.
Dasar Tuntutan 10 Tahun Untuk Agat.
Adapun dasar JPU menuntut Agat 10 Tahun, Aki Samsuri 6 Tahun dan Ajang 6 Tahun sangat jelas karena dalam dakwaan diungkapkan sejak bulan Mei 1019, Juni 2019 dan Juli 2019 dengan berat biji timah sebanyak 264,682,29 ton Sn atau 390,756 ton ore (kering) serta telah menerima pembayaran dari PT Timah sebesar Rp 48.026.647.500.
Ternyata dari sebanyak jumlah tersebut, terdapat 11 kali pengiriman bijih timah dengan total 50,507,239 ton Sn atau 73,455,830 ton ore yang mengandung/bercampur dengan slag atau terak.
JPU akhirnya berkesimpulan negara telah dirugikan.
Adapun penghitungan kerugian Negara tersebut diperoleh dari nilai pembayaran biji timah dari kegiatan borongan pengangkutan SHP biji timah yang mengandung terak berasal dari sebelas partai pengiriman CV Mentari Bangka Sukses kepada PT Timah Tbk melalui PTP area 1 Baturusa selama periode bulan Mei 2019 sampai dengan Juli 2019 setelah dikuringi PPN dan PPh senilai Rp 8.405.326.452,16 dikurangi nilai biji timah yang diolah Unit Metalurgi Muntok Rp 0,00 maka diperoleh kerugian negara sebesar Rp Rp 8.405.326.452,16.
Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentangn perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Kemudian, dalam sidang tuntutan pada Senin (10/5), Jaksa penuntut umum (JPU) Beny Harkat SH SE MH cs dihadapan Majelis Hakim Ketua Efendi SH dan Siti Hajar Siregar SH serta Erizal SH selaku Hakim Anggota di Pengadilan Tipikor Pangkalpinang, menuntut Agat dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda 500jt Rupiah subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Ali Samsuri mantan Kepala Unit Laut PT Timah Tbk dan Tayudin anak buahnya Agat hanya dituntut sama – sama 6 Tahun penjara dan denda 500jt subsider 6 bulan kurungan.
Warga Merasa Kecewa
Tuntutan untuk Ali Samsuri hanya 6 Tahun membuat perasaan warga masyarakat Pangkalpinang merasa kecewa, Andi salah Satu warga Pangkalpinang merasa tuntutan itu terlalu ringan untuk Ali Samsuri, semestinya Ali Samsuri dituntut maksimal 15 Tahun penjara.
Ditemui usai sidang tuntutan kasus Ali Samsuri pada Senin (10/5), Andi mengomentari tuntutan Jaksa yang ringan kepada Ali Samsuri.Padahal menurut Andi yang sedikit agak lebih mengetahui dan memahami kasus Tindak Pidana Korupsi, muara kasus ini ada pada Ali Samsuri.
Menurutnya, Ali Samsuri sebagai pejabat PT Timah yang mempunyai peran kuat dalam menjebol uang PT Timah tersebut sehingga menyebabkan kerugian sebanyak 8 Milyar lebih.
“Jadi seharusnya Ali Samsuri yang lebih tinggi tuntutannya, bukan Agat. Tuntutan Agat 10 Tahun sudah baik, namun yang lebih baik adalah kalau Ali Samsuri di tuntut 15 Tahun penjara,” sebut Andi di depan Kantor Pengadilan Tipikor Pangkalpinang.
PH : Tidak Ada Kerugian Negara.
Sementara itu menurut Penasehat Hukum (PH) dari Agat yaitu Dr. Adystia Sunggara SH MH tuntutan JPU tidak tepat dan salah alamat. Alasannya menurut Adiystia disampaikan, Senin (10/5) bahwa kasus Agat cs ini bukan ranahnya Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya Jaksa tidak berhak mengungkapkannya. Kasus ini murni pelanggaran SOP Perusahaan PT Timah.
Adystia beranggapan dalam kasus Agat cs ini tidak ada kerugian negara.
“Pelanggaran perusahaan kan ada sanksinya, diperaturan perusahaan itu ada aturan kalau tidak sesuai dengan peraturan perusahaan maka dikembalikan ke mitra dengan persolaannya hasil lab PT Timah itu tidak bertentangan, jadi dalam perkara ini ada kelalaian analisis lab PT Timah. Analisis lab PT Timah itu,.pertama timah itu jelas tidak ada Terak, jadi kalau Timah itu tidak ada Terak berarti tidak ada yang dilanggar, kemudian pembayarannya berdasarkan SN, sesuai tidak pembayaran SN nya, sesuai,” terangnya.
“Nah ada terjadinya ketidak sesuaian hasil lab itu di fakta persidangan sudah jelas murni human error dari PT Timah sendiri bukan dari terdakwa Agat, artinya apa, kelalaian ini tidak bisa dipandang sebagai suatu unsur Tindak Pidana Korupsi.Jadi kalau Tindak Pidana Korupsi itu tidak mengenal unsur lalai tetapi sengaja. Kalau itu kesengajaan bisa masuk, jadi harus dilihat lagi konteknya, perbuatan yang melawan hukum itu yang bagaimana, itu diatur tidak dalam Tindak Pidana Korupsi. Yang dilanggar oleh tuduhan Jaksa adalah pelanggaran SOP Peraturan Perusahaan PT Timah,” tambahnya.
Lanjut Adystia, ” yang nama melanggar SOP peraturan Perusahaan kan tidak bisa dilaporkan ke Polisi, itu bukan hukum positif. Dan terkait dengan kerugian negara kan harus dibuktikan dulu, negara yang rugi negara yang mana, siapa negara itu, PT Timah itu mengandung unsur negara tidak, kalau kita lihat semua masyarakat Bangka juga mengetahui bahwa PT Timah adalah anak perusahaan dari BUMN. Konsekuensi anak perusahaan BUMN sudah ada di Putusan MK, sudah ada yurisprudensi atas putusan anak perusahaan Pertamina, yang baru – baru ini. Jadi anak perusahaan BIMN kalau terjadi dalam menjalan kegiatan usaha nya itu tidak bisa dipandang sebagai suatu kerugian negara.”
Masih menurut Adystia, nah ini ada pijakan, ada yurisprudensi dan sebagainya. Jadi ada kontek kerugian negara riil nya itu negara yang dirugikan yang mana, siapa yang dirugiakan. PT Timah bukan BUMN, undang – undang BUMN itu mensyaratkan ada penyertaan modal langsung sebanyak 51 persen, dari APBN dan APBD. Nah sekarang konteknya PT Timah itu kalau kita buka anggaran dasarnya ada tidak penyertaan modal dari negara, tidak ada. Yang ada itu penyertaan modal dari PT Inalum, dimana ada modal negara, tidak ada modal negara,” imbuhnya.
Senada dengan PH Adystia, PH Darma Sutomo juga merasa heran kasus Ali Samsuri itu masuk ranah Tindak Pidana Korupsi. Menurut Darma Sutomo ini adalah kasus kriminal umum, semestinya Polisi yang menyidik dan Jaksa hanya menuntut saja, karena PT Timah Tbk bukan lagi BUMN, tetapi PT Timah adalah anak perusahaan Inalum.
Pendapat Warga di Babel
Mengacu kepada keputusan Hakim Tipikor Efendi SH MH, Selasa ( 25/5/2021) terkait keputusan lepasnya kasus Ali Samsuri cs, berarti PT Timah bukan BUMN.
Namun masyarakat masih melihat kinerja PT Timah Tbk masih memonopoli pertimahan di provinsi Bangka Belitung. Artinya masyarakat PT Timah masih merasa hampir 80% wilayah Kepulauan Provinsi Bangka Belitung menjadi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, baik itu didarat dan dilaut.
“Sekarang kalau kita mau jujur, dengan IUP seluas itu, apakah PT Timah membayar pajak kepada negara dari semua IUP yang diakuinya? Tanya Hendra Usmaya salah seorang pemerhati korupsi, Rabu (26/5/2021).
Hendra beranggapan kalau bukan BUMN, PT Timah sudah sama dengan beberapa smelter di Babel. Berarti IUP PT Timah itu harus jelas dan tidak monopoli, tidak semua wilayah laut di Babel masuk IUP PT Timah karena PT Timah bukan negara lagi.
“.Artinya kalau mengacu kepada keputusan Hakim Efendi cs, PT Timah bukan negara dan PT Timah tidak boleh mengakui semua wilayah Laut di Babel itu masuk IUPnya karena PT Timah bukan negara,” terangnya.
” Kasus korupsi kok bisa lepas, apa nanti pendapat dunia,” tambahnya.