Sekjen SMSI: Perlu Diajukan Menjadi Mata Uji Kompetensi
Jakarta, Asatuonline.id— Buku Protokol Keamanan Jurnalis dalam Meliput Isu Kejahatan Lingkungan diluncurkan, Rabu, 24 Maret 2021 oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers bersama Kemitraan Partnership secara online.
Peluncuran buku protokol protokol tersebut tanggap dengan diskusi online tentang protokol protokol jurnalis dalam meliput masalah kejahatan lingkungan.
Diskusi dimoderatori oleh Febriana Firdaus dan dihadiri Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin, dan beberapa penanggap seperti Ririn Sefsani dari Kemitraan, Jorim Ramm Kedutaan Belanda, Peter ter Velde dari Pressvlig Belanda (Organisasi Pers di Belanda yang fokus terdahap jurnalis), Irna Gustiawati, Pimred liputan6 .com / Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan M Nasir, Sekretaris Jenderal Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Protokol ini sendiri disusun oleh tim peneliti dari LBH Pers dan Peneliti dari International Federation of Journalists dengan mendengarkan masukan dari berbagai kalangan yang berkepentingan dengan isu ini.
Mereka adalah jurnalis peliput isu lingkungan, aktivis masyarakat sipil yang bergerak pada isu lingkungan, ahli, akademisi, organisasi profesi jurnalis, dan Dewan Pers.
Isi dari protokol ini terdiri dari lima bab yang fokus pembahasannya dari tahapan persiapan hingga hal – hal yang harus dilakukan dalam menghadapi serangan tersebut. Bab I membahas mengenai “Perencanaan dan Persiapan”, Bab II tentang “Keselamatan Pada Saat Meliput”, Bab III fokus pembahasannya adalah mengenai “Keamanan Digital”, lalu Bab IV terkait ”Berita dan Kode Etik Jurnalistik” dan yang terakhir bahasan dalam Bab V adalah Publikasi.
Latar belakang protokol pembuatan ini sendiri adalah karena situasi kebebasan pers di Indonesia terus memburuk dengan banyaknya jurnalis yang menjadi korban penyerangan pada saat melakukan kerja Jurnalistik.
Situasi tersebut terlihat pada suatu realitas yang melaporkan setiap jurnal tahunan.
Berdasarkan kasus yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers selama 5 tahun terakhir, setidaknya terdapat 413 kasus kekerasan terhadap Jurnalis yang sedang melakukan kerja pers. Tahun 2020 menjadi tahun dengan jumlah kekerasan terbanyak sepanjang LBH Orang yang melakukan bencana, yaitu sebanyak 117 kasus.
Angka kekerasan tersebut diwarnai dengan bentuk – bentuk serangan yang diterima oleh wartawan mulai dari pengeroyokan, pemukulan, perusakan alat meliput, intimidasi psikis, ancaman serangan digital, hingga kekerasan seksual. Kekerasan terhadap jurnal yang semakin memburuk saat yang menjadi korbanya adalah jurnalis perempuan.
“Kesenjangan antara pentingnya peran jurnalis dengan risiko yang mengintai, terutama saat mengulik beragam kejahatan termasuk lingkungan. Jurnalis bekerja dengan ketiadaan protokol keamanan, dan lemahnya upaya perlindungan jurnalis, ”ujar Ade Wahyudin saat memaparkan latar belakang pembuatan protokol keamanan.
Sedangkan Ririn Sefsani juga dikenal sebagai latar belakang protokol ini karena belum mampu melindungi HAM khususnya jurnalis.
Beberapa penanggap juga tentang pentingnya sebuah protokol keamanan jurnalis. Seperti kata Irna Gustiawati “Protokol keamanan ini sudah sangat komplit dan kami tunggu-tunggu. Protokol ini penting karena dapat mendorong perusahaan media dan jurnalis dalam memberikan protokol hingga SOP di setiap perusahaan media dan berkolaborasi untuk melindungi jurnalis dalam meliput isu lingkungan.
Mata Uji Kompetensi
Sekjen SMSI, M Nasir juga menyampaikan bahwa protokoler protokol ini sudah menjadi kebutuhan dasar para jurnalis dalam melakukan peliputan kejahatan lingkungan.
Namun, juga protokol keamanan ini harus menjadi kesadaran untuk semuanya, pimpinan perusahaan, pemimpin redaksi, maupun para wartawan.
Nasir protokol repetisi wartawan ini menjadi bahan uji kompetensi jurnalis atau wartawan. “SMSI mendukung kalau protokol Google wartawan yang diajukan ke Dewan Pers sebagai mata uji tambahan dalam uji kompetensi wartawan,” kata Nasir wartawan Kompas (1989- 2018).
Kalau materi nanti menjadi materi uji kompetensi, maka jurnal tersebut akan dinyatakan kompeten yang menguasai materi protokol keamanan, selain lulus 10 mata uji yang sudah ditetapkan oleh Dewan Pers, ”tuturnya lagi.
Saat diskusi, protokol ini juga ditanggapi oleh Jorim Ramm dari Kedutaan Belanda dan Peter ter Velde dari PersVeilig.
Jorim Ramm mengatakan “LBH Pers telah merangkai protokol keamanan untuk jurnalis khususnya dalam meliput isu lingkungan dengan baik,” katanya.
“Karena kebutuhan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya jurnalis, yang belakangan ini mengalami serangan kekerasan, maka protokol ini hadir untuk diimplementasikan.” Sedangkan Peter ter Velde berbagi tentang bagaimana penerapan protokol keamanan jurnalis yang juga didukung oleh pihak kepolisian, pemerintah bahkan partai politik.
Diakhir diskusi tim LBH Pers menekankan bahwa protokol ini memberikan panduan guna meningkatkan perlindungan terhadap jurnalis.
Tentu, protokol ini hanya akan efektif jika redaksi dan jurnalis mengimplementasi-kannya. Kami berharap redaksi dan perusahaan massa juga memiliki kesadaran untuk menyusun protokol. Redaksi dan perusahaan media massa pun harus terus protokol keselamatan. (Herman)