Foto : Ilustrasi korupsi dana desa
Jakarta, Asatu Online – Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto dalam sebuah rapat resmi memicu kontroversi. Dalam video yang beredar luas, Yandri menuding LSM dan wartawan sering mengganggu kepala desa dengan meminta uang, bahkan menyebut mereka sebagai “Wartawan Bodrek.”
“Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM & Wartawan Bodrek. Mereka mutar, hari ini minta satu juta, kalau 300 desa, tiga ratus juta. Kalah itu gaji menteri. Oleh karena itu, pihak kepolisian dan kejaksaan mohon ditertibkan dan ditangkapi saja itu, Pak Polisi, LSM dan Wartawan Bodrek yang mengganggu kerja kepala desa,” ujar Yandri dalam video tersebut.
Pernyataan itu langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI), Rahmad Sukendar SH, MH.
Rahmad Sukendar menilai pernyataan Yandri merendahkan profesi wartawan dan LSM yang memiliki peran penting dalam pengawasan dana desa.
“Seorang menteri tidak pantas membuat pernyataan seperti itu. Ini seolah-olah ingin membungkam kontrol sosial terhadap penyalahgunaan dana desa. Jika ada oknum wartawan atau LSM yang memeras, laporkan! Tapi jangan pukul rata dan seolah-olah semua yang mengawasi kepala desa adalah pengganggu,” tegas Rahmad, Minggu (2/2/2025).
Ia juga menyoroti ketimpangan dalam penegakan hukum, di mana tindakan terhadap oknum wartawan atau LSM yang melakukan pemerasan kerap cepat ditindak, sementara kasus korupsi kepala desa justru berlarut-larut.
“Kenapa yang disorot hanya LSM dan wartawan? Padahal banyak kepala desa yang menyalahgunakan dana desa. Kalau memang bersih, kenapa takut diawasi?” katanya.
Rahmad menegaskan bahwa banyak kepala desa terjerat kasus korupsi, dan pengawasan dari wartawan serta LSM justru berperan dalam mengungkap penyimpangan tersebut. Pernyataan Yandri dianggap sebagai upaya melemahkan fungsi kontrol sosial dan melindungi praktik korupsi di tingkat desa.
“Jangan sampai pernyataan ini malah menjadi tameng bagi para kepala desa untuk semakin leluasa menyalahgunakan dana desa tanpa takut diawasi,” tegasnya.
Rahmad Sukendar menuntut Yandri Susanto segera meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya yang dinilai melecehkan profesi wartawan dan LSM.
Selain itu, BPI KPNPA RI berjanji akan terus mengawasi kebijakan Yandri di Kemendes PDTT serta kinerja Bupati Serang terpilih, yang merupakan istri Yandri. Jika ditemukan penyimpangan, pihaknya tidak akan segan melaporkan ke penegak hukum.
“Kita lihat saja nanti siapa yang ‘bodrek’. Kami akan pantau bagaimana kinerja Menteri Desa dalam menangani laporan dugaan penyelewengan di Kemendes,” pungkas Rahmad.
Pernyataan Yandri terus menuai polemik. Banyak pihak menduga pernyataannya sebagai upaya melindungi korupsi di desa dari pengawasan publik, sementara yang lain menganggapnya sebagai kritik terhadap oknum yang menyalahgunakan profesinya. (Mn)