Set Back UUD 1945: Menimbang Ulang Demokrasi dan Tantangan Reformasi

  • Share

Dr.Sudarman (Foto: Istimewa)

Oleh Dr. Sudarman*

Pangkalpinang, Asatu Online -Baru-baru ini, wacana Presiden Prabowo Subianto untuk meniadakan pemilihan gubernur dan kembali menunjuk gubernur secara langsung oleh presiden menjadi perbincangan hangat. Wacana ini mendapat dukungan dari sejumlah tokoh reformasi yang dahulu menjadi penggerak perubahan UUD 1945, termasuk M. Amien Rais. Ironisnya, Amien Rais, yang dahulu menjadi motor penggerak reformasi, kini menyuarakan gagasan kembali ke UUD 1945 versi awal.

Perubahan sikap ini mencerminkan kegelisahan terhadap praktik demokrasi yang berjalan selama dua dekade terakhir. Demokrasi yang diharapkan memberi ruang bagi rakyat untuk memilih pemimpin berdasarkan nurani justru sering kali diselewengkan. Pendidikan politik yang minim, dominasi politik uang, dan maraknya manipulasi suara menciptakan realitas demokrasi yang jauh dari ideal.

Demokrasi yang Tersandera

Pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung, sebagai salah satu implementasi demokrasi reformasi, tidak jarang diwarnai oleh praktik politik transaksional. Politik uang, pembagian bantuan sosial, hingga janji-janji politik yang tidak realistis menjadi senjata utama para kontestan untuk meraih kemenangan. Akibatnya, suara rakyat yang seharusnya jujur dan murni menjadi terdistorsi.

Lebih jauh, biaya tinggi dalam kompetisi politik memaksa para kandidat menggandeng investor politik. Hubungan transaksional ini menghasilkan praktik “balas budi” yang berujung pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Proyek-proyek daerah sering kali menjadi bancakan, dengan kualitas yang dikorbankan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Kegagalan Demokrasi Liberal?

Kegagalan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah demokrasi liberal yang kita terapkan benar-benar cocok untuk konteks Indonesia? Ataukah demokrasi ini hanya membuka ruang bagi aktor-aktor dengan kepentingan sempit untuk mengeksploitasi sistem?

Namun, menyalahkan demokrasi liberal semata adalah penyederhanaan masalah. Demokrasi sejatinya membutuhkan pelaksana yang memiliki integritas dan moralitas tinggi, baik dari pihak pemerintah, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat. Lemahnya integritas pada berbagai level pelaksana demokrasi inilah yang menyebabkan penyimpangan terjadi.

Risiko Kembali ke UUD 1945 Asli

Wacana kembali ke UUD 1945 asli membawa risiko kembalinya sistem demokrasi terpimpin yang sentralistik, seperti pada era Orde Lama dan Orde Baru. Sistem ini bertentangan dengan semangat reformasi yang mengedepankan desentralisasi dan partisipasi rakyat.

Perubahan UUD 1945 pada masa reformasi melahirkan berbagai lembaga penting seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga-lembaga ini dibentuk untuk memperkuat demokrasi dan menciptakan checks and balances. Meski belum sempurna, menghapus hasil reformasi berarti mengabaikan kemajuan yang telah dicapai.

Menyempurnakan Demokrasi, Bukan Mundur

Daripada kembali ke masa lalu, fokus seharusnya diarahkan pada menyempurnakan sistem yang ada. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

1. Meningkatkan pendidikan politik agar masyarakat memahami hak dan tanggung jawab mereka sebagai pemilih.

2. Memperkuat pengawasan pemilu dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mencegah kecurangan.

3. Mendorong integritas penyelenggara pemilu dan aparat hukum, sehingga setiap pelanggaran dapat ditindak tegas.

4. Mengurangi biaya politik melalui aturan yang lebih ketat terhadap dana kampanye dan transparansi sumber pendanaan.

Demokrasi bukanlah sistem yang sempurna, tetapi ia memberikan ruang bagi rakyat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Mengembalikan UUD 1945 ke format aslinya hanya akan membawa kita kembali ke masa lalu yang sentralistik dan antitesis dari semangat reformasi.

Seperti yang diajarkan oleh para pendiri bangsa, setiap perubahan konstitusi harus didasarkan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan kelompok tertentu. Masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada keberanian kita untuk memperbaiki kelemahan sistem, bukan mundur ke masa lalu.

Dr.Sudarman adalah Wakil Pemimpin Redaski asatuonline.id*

Loading

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *