Jakarta, Asatu Online – Dugaan kecurangan muncul dalam Pemilihan Ketua RW.03 di Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Salah satu calon Ketua RW menerima undangan untuk pengambilan nomor urut yang mencurigakan, karena undangan tersebut menggunakan kop surat RW dan stempel panitia pemilihan, namun tidak mencantumkan nama atau tanda tangan Ketua Panitia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab atas undangan tersebut.
Kepanitiaan awal yang dibentuk diketuai oleh LMK RW.03, namun terjadi kejanggalan saat Ketua Panitia menyebarkan pamflet yang berisi dukungan untuk calon incumben. Tindakan ini dianggap melanggar aturan, sehingga keabsahan LMK dalam kepanitiaan pun dipertanyakan.
Setelah itu, komposisi kepanitiaan diubah, dan LMK tidak lagi terlibat di dalamnya. Namun, calon-calon lain di luar incumben tidak diberi kesempatan memadai untuk menyebarkan visi dan misi mereka.
Pada Jumat (1/11/2024), panitia baru mengirim undangan pengambilan nomor urut kepada calon lain, namun undangan tersebut diberikan saat calon sedang bertugas di luar kota. Selain itu, undangan kembali menggunakan kop surat RW.03 dan stempel panitia, namun tetap tanpa nama Ketua Panitia atau tanda tangan penanggung jawab. Saat pengambilan nomor urut, panitia juga langsung mengumumkan bahwa pemilihan akan dilaksanakan pada Minggu (3/11/2024), memberikan waktu yang sangat sempit tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Upaya calon lain untuk menyebarkan visi dan misinya melalui pamflet juga terhambat. Saat calon menempelkan pamflet pada Sabtu pagi, pamflet tersebut sudah dibersihkan pada siang harinya, sehingga tidak ada kesempatan kampanye yang cukup.
Selain itu, undangan bagi para pemilih juga tidak dikeluarkan secara resmi oleh panitia, melainkan melalui pesan WhatsApp yang dikirim ke para Ketua RT di wilayah RW.03. Tidak ada nama panitia atau stempel pada pesan tersebut. Salah satu Ketua RT bahkan menyampaikan bahwa pesan WhatsApp itu hanya sekadar “informasi,” dan kehadiran warga tidak diwajibkan.
Panitia juga membatasi jumlah pemilih hanya lima orang per RT, termasuk satu anggota PKK, tanpa data pemilih yang jelas. Pembatasan tanpa data akurat ini berpotensi menimbulkan kekacauan saat pemungutan suara, terutama jika warga yang hadir melebihi kuota yang ditetapkan.
Pihak kelurahan, sebagai pengawas, diharapkan segera turun tangan untuk memastikan pelaksanaan Pemilihan Ketua RW ini berjalan sesuai Pergub DKI No. 22 Tahun 2022 dan memantau perkembangan di lapangan guna mencegah terjadinya kecurangan.
Penulis: Mustopa