Dalam Kasus Kayu Antap, Pemkot Tangsel Harus Peka Terhadap Keluhan Warga

  • Bagikan

Area Kayu Antap yang diklaim Pemkot Tangsel sebagai situ (danau), ternyata tidak layak lagi disebut situ. Gambar diambil Senin, 22 Mei 2023 (Foto: Istimewa)

Tangsel, Asatu Online – Wakil rakyat Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dari Fraksi Demokrat Julham Firdaus meminta Pemkot Tangsel bisa melayani masyarakat, termasuk merespons keluhan dan permintaan bermusyawarah dari pemilik lahan Kayu Antap yang sedang bersengketa dengan pihak Pemkot Tangsel.

“Tidak ada masalah yang tak bisa diselesaikan dengan duduk bareng. Sudah sewajarnya pihak Pemkot mendengar secara langsung aspirasi rakyat sebagai bentuk pelayanan terkait status dan hak pengelolaan tanah Kayu Antap yang kini jadi sengketa,” katanya di Tangsel, Senin (22/5/2023).

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kota Tangsel itu mengemukakan keterangan tersebut kepada awak media saat diminta komentarnya mengenai sengketa lahan Kayu Antap yang sedang viral belakangan ini. Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, pihak Pemkot Tangsel belum bersedia memberikan tanggapan terkait masalah tersebut.

Menurut Julham, Pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya dan juga tak boleh masuk ke instrumen lain selain menjadi pelayan serta pendamping masyarakat, termasuk masyarakat pengusaha.

“Khusus terkait lahan Kayu Antap, persoalannya tinggal lahan itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan apa. Mau dijadikan situ atau danau lagi atau mau dibuat apa. Disinilah perlunya kedua belah pihak bisa duduk bersama,” kata anggota DPRD Kota Tangsel yang dikenal kritis itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, lokasi Kayu Antap yang selama ini diklaim oleh Pemkot Tangsel sebagai situ (danau), ternyata bukan situ sebagaimana hasil pemantauan media ke lokasi di wilayah Rempoa Tangerang Selatan itu.

Lokasi tersebut seluruhnya berupa daratan yang dikelilingi pagar beton dan dilengkapi fasilitas jalan aspal dan jaringan gorong-gorong serta terdapat dua rumah contoh yang belum selesai dibangun. Selebihnya berupa kebun singkong, pohon pisang, dan sayur mayur yang dipelihara warga setempat.

“Area ini sudah lebih dari 12 tahun milik PT Hana Kreasi Persada,” kata

Susana dari perwakilan PT Hana Kreasi Persada (HKP) sambil menambahkan bahwa rencana semula pihaknya akan membangun kawasan permukiman di area lokasi tersebut, namun rencana itu dihambat secara sepihak oleh Pemkot Tangsel.

Pemkot Tangsel mengubah status tanah tersebut pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangsel 2011-2031, dari semula warna kuning (permukiman) menjadi warna biru (situ) tanpa musyawarah dan koordinasi.

Susana menjelaskan, Pemkot Tangsel bersikap paradoks. Di satu sisi mengakui bahwa tanah SHGB No 0340/Rempoa adalah milik PT HKP, tapi di sisi lain lokasi tersebut diberi warna biru di dalam peta RTRW Tangsel.

Pemkot Tangsel seharusnya bersikap tegas dengan segera mengeluarkan surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau mengambil alih lokasi tersebut dengan membayar harga lahan sesuai harga pasar dan mengganti segala fasilitas yang telah dibangun perusahaan.

Pemilik Ketiga

Susana juga menceritakan, sertifikat tanah yang dimiliki oleh pihaknya berasal dari Sertifikat Hak Milik no. 479/Rempoa a.n. Ny. Darnelis (Pemilik-2) yang diterbitkan oleh Kantor Agraria Indonesia (sekarang ATR/BPN) pada 1974. “Jadi kami pemilik ketiga dari tanah itu,” ujarnya.

Kemudian pada 2008-2009 PT HKP menyampaikan dokumen yang diperlukan kepada pihak Pemda Kabupaten Tangerang (sebelum Kota Tangsel terbentuk) untuk membangun kawasan tersebut menjadi wilayah perumahan.

Semua dokumen perijinan sudah diperoleh, karena dalam RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2008-2010 wilayah tersebut peruntukkannya adalah permukiman, kecuali IMB yang waktu itu belum diajukan karena menunggu proses penjualan gambar rumah.

“Saat kami mengajukan permohonan PBG/IMB kepada Pemkot Tangsel yang baru terbentuk, pengajuan kami ditolak. Alasanya, tanah milik PT HKP tersebut tercatat sebagai Situ Kayu Antap dan masuk dalam Daftar Aset Milik Daerah Provinsi Banten,” kata Susana.

PT HKP pun mengajukan proses hukum kepada Peradilan Umum, dan hasil Putusan Pengadilan Negeri No. 13/Pdt.G/2010/PN.SRG yang diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi No.13/PDT/2012/PT.BTN adalah sebagai berikut:

Pertama, menyatakan bahwa Sertifikat HGB No. 340/Rempoa yang berasal dari Sertifikat Hak Milik No. 479/Rempoa adalah sah secara hukum. Kedua, menyatakan bahwa peralihan hak jual beli atas SHGB No. 340/Rempoa adalah sah secara hukum. Ketiga, menyatakan bahwa lokasi tanah SHGB No. 340 bukanlah merupakan lokasi Situ Antap.

Dengan dasar putusan tersebut Gubernur Provinsi Banten menghapus status Situ Antap dari Daftar Barang Milik Daerah Provinsi melalui SK Gubernur Banten no.953/Kep.438-HUK/2016. Artinya, persoalan situ atas tanah tersebut sudah tidak ada lagi, apalagi PT HKP pun sampai saat ini tetap membayar PBB untuk area tersebut.

Karena menganggap sudah tidak ada permasalahan hukum lagi, maka ketika Kota Tangsel baru terbentuk, PT HKP bergerak mempersiapkan rencana pembangunan perumahan di wilayah tersebut, termasuk mengajukan IMB kepada Pemkot Tangsel.

“Namun kami kaget, ternyata Pemkot Tangsel sudah mengubah RTRW Kabupaten Tangerang yang semula status tanah kami untuk permukiman diubah menjadi situ pada RTRW Kota Tangsel 2011-2031.

PT HKP pun menggugat Pemkot Tangsel lewat PTUN. Hasilnya, PT HKP menang, dan putusannya ialah Pemkot Tangsel harus segera mengeluarkan PBG/IMB. Namun lagi-lagi Pemkot Tangsel tetap tidak mau menerbitkan Surat Rekomendasi untuk mengeluarkan PBG/IMB.

Selanjutnya PT HKP mengajukan permohonan eksekusi ke PTUN Banten dan dikeluarkanlah penetapan PTUN yang isinya antara lain memerintahkan Pemkot Tangsel untuk melaksanakan Putusan No. 1/FP/2019/PTUN.SRG yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Perintah eksekusi itu ditujukan langsung kepada Walikota Tangsel cq.TKPRD.

Tapi ternyata Pemkot Tangsel tetap tidak mau mengeluarkan IMB. Dengan alasan, tanah tersebut adalah situ berdasarkan selembar data dari “Peta Batavia Residentie Preanger Regentschappen District Kebajoran Desa Rampoa tahun 1928” yang sangat diragukan keabsahan dan keberadaannya.

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *