GMPHR Datangi Kantor DPRD Babel, Pertanyakan Pemanfaatan Hutan di Desa Labuh Airpandan

  • Bagikan

Pangkalpinang, Asatuonline.id – Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Hutan Rakyat (GMPHR) Bangka Belitung (Babel), melakukan audiensi dengan Anggota Komisi III DPRD Babel, Senin (17/10/2022) sore, di ruang Badan Musyawarah DPRD Babel.

Tujuan kedatangan GMPHRI untuk menolak perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan, yang diduga dilakukan tanpa sosialisasi serta tanpa sepengetahuan masyarakat.

Pemanfaatan lahan yang menjadi persoalan, terjadi di Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka ini dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis asal Bangka Belitung.

Ketua GMPHR Babel, Aldy Kurniawan, mengatakan, adanya ketidak jelasan soal kerja sama dan status hukum pemanfaatan lahan tersebut membuat kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama masyarakat menolak keberadaan perusahaan.

Komitmen penolakan ini dibuat berdasarkan hasil musyawarah desa yang dilakukan pada 25 Juni 2020 lalu.

Ia mengatakan, pihak dalam MoU tersebut Gubernur Bangka Belitung saat itu Erzaldi Rosman sebagai pihak pertama dan direktur perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis selaku pihak kedua.

“Karena kejanggalan muncul saat izin pemanfaatan lahan tanpa melibatkan aparatur desa maupun masyarakat. Dengan perjanjian resmi yang dianggap sepihak karena tidak melibatkan aparatur desa, maupun masyarakat setempat itu mengindikasikan bahwa kesepatakan tersebut dilakukan di bawah tangan atau sepihak,” kata Ketua GMPHR Babel, Aldy Kurniawan, Senin (17/10/2022).

Ia menyampaikan, berdasarkan naskah kerja sama Nomor 522/II-a/Dishut, menyebutkan tentang Kerjasama Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi Kotawaringin Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung untuk jangka waktu 20 tahun terhitung 30 April 2019 sampai dengan 30 April 2039 seluas ± 1.500 Ha.

Tak hanya itu, lanjutnya, persoalan lainnya muncul ketika status kawasan hutan berbeda dari berbagai belah pihak. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), kawasan tersebut berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) sedangkan Dinas Kehutanan sendiri menyebut kawasan tersebut berstatus Hutan Produksi (HP).

“Hal ini pun membuat masyarakat Desa Labuh Airpandan resah terkait ketidakjelasan status hutan di wilayah mereka sendiri. Akan tetapi, mengenai status kawasan hutan itu sendiri, bila merujuk BATB tanggal 14 Maret 1992 berstatus APL,” terang Aldy.

Kemudian, berdasarkan SK.76/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 berstatus APL, dan SK. 357/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Oktober 2004 berstatus APL. Sedangkan SK.798/Menhut-II/2012 Tanggal 27 Desember 2012 berstatus HP.

“Beberapa hal tersebut akhirnya menjadi alasan dasar BPD dan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Mendo Barat, Bangka menolak keras keberadaan perusahaan,” ujarnya.

Ia menegaskan, pihak desa bersama masyarakat telah melakukan audiensi dengan DPRD Bangka Belitung, agar panitia khusus izin kawasan hutan yang dibentuk DPRD dapat bertugas menuntaskan permasalahan ini.

“GMPHR ingin mengawal secara penuh agar permasalahan ini terselesaikan dan masyarakat dapat mendapatkan hak nya kembali. GMPHR melihat permasalahan ini harus segera diselesaikan dan diusut dengan cepat dan profesional,” tegasnya.

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *