Bangka Tengah, Asatuonline.id – Panitia khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif DPRD Provinsi Kepualauan Bangka Belitung (Babel), tentang Pemberdayaan Pondok Pesantren, terus menghimpun berbagai masukan dan saran, diharapkan, raperda dapat menjadi regulasi yang jelas bagi pemerintah daerah dalam pemberdayaan pondok pesantren di Babel.
Tim Pansus Raperda tentang Pemberdayaan Pondok Pesantren, terdiri dari Ariyanto, Hellyana, Jawarno, Edy Djunaidi Foe, Toni Mukti, Marsidi Satar, Dodi Kusdian, Yoga Nursiwan, Evi Junita, Mulyadi, dan Fitra Wijaya, menjalin sinergi dan berkoordinasi dengan pengurus pondok pesantren Al Muhajirin Bangka Tengah.Ariyanto Mewakili Ketua Pansus menjelaskan, pansus DPRD Babel sedang melakukan pembahasan tentang pemberdayaan Pesantren yang merupakan implementasi dari pada UU no 18 tahun 2019 tentang pondok pesantren.
“Rancangan peraturan daerah ini merupakan inisiatif DPRD Babel, dalam naskah ini tentunya masih banyak kekurangan. karena raperda ini sendiri akan bersentuhan langsung dengan para pondok pesantren yang ada di Babel”, ujarnya ketika berada di Pondok Pesantren Al Muhajirin Koba Bangka Tengah, kamis (29/07/2021).
“Dari naskah yang kita sampaikan, syukur Alhamdulillah, banyak masukan-masukan yang disampaikan oleh pondok pesantren Al Muhajirin, dan ini akan menjadi bahan pertimbangan kita dalam melakukan pembahasan untuk dimasukkan ke pasal-pasal mana yang nanti bisa kita masukkan”, jelasnya,
Syahbudin Ahmad Pimpinan pondok pesantren Al Muhajirin, Menyampaikan rasa terima kasih atas kunjungan tim pansus yang telah berkunjung ke ponpes al Muhajirin.
“Ini merupakan suatu kehormatan buat kami, karena kami dilirik untuk membahas tentang raperda pemberdayaan ponpes. ini merupakan suatu kebahagiaan buat kami”, Ujarnya.
Pondok pesantren Al Muhajirin, dibangun diatas areal lahan seluas 8 hektar, setidaknya ada sebanyak 1202 orang santri dan santriwati yang menempuh pendidikan di ponpes Al Muhajirin.
Dengan adanya kunjungan tim Pansus ini, Syahbudin berharap adanya dana stimulan yang dapat diberikan pemerintah Provinsi kepada ponpes yang dapat dipergunakan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana ponpes.
“Minat masyarakat untuk memasukkan anak-anak mereka ke ponpes tingggi, namun tahun ini kami banyak menolak anak-anak karena tidak cukup fasilitas yang kami berikan kepada mereka yang ingin mondok. Dari RA sampai Madrasah Aliyah tahun ini kami hanya menerima kurang lebih 400 orang”, terangnya.
Selain itu, katanya, yang menjadi masalah di pondok pesantren yakni tidak adanya intensif untuk tenaga pengajar di pondok pesantren. Klo untuk Guru-guru formal ada, seperti guru formal di madrasah tsanawiyah, madrasah ibtidaiyah dan madrasah aliyah.
“Guru-guru TPA itu ada dapat intensif dari pemprov tetapi untuk guru di Pondok sendiri tidak ada insentif yang berkelanjutan seperti itu, sejauh ini tidak ada insentif khusus untuk Guru-guru Pondok Pesantren.”, imbuhnya. (Rls/Setwan Babel)