Tangerang, Banten, Asatuonline.id-Gonjang-ganjing masyarakat menarik dana haji pasca keputusan pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji asal Indonesia pada tahun 2021, memunculkan banyak spekulasi dan sorotan yang menduga-duga dana haji digunakan untuk pembangunan ataupun kepentingan negara lainnya.
Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara & Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) melalui ketua umum Tubagus Rahmad Sukendar meminta Pemerintah segera melakukan Audit Dana Haji dengan melibatkan Tim Independen untuk dapat menjawab kegelisahan dimasyarakat.
Menteri Agama Yaqut halil dalam keterangan persnya menyatakan dana haji aman. Senada dengan kementerian agama, Begitu pula dengan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menyatakan dana haji Aman. Mereka yang duduk di pemerintahan kompak menelurkan narasi serupa.
Saat berkunjung ke kantor BPKH, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memastikan bahwa laporan yang diterima dari BPKH, dana haji sebesar 150 triliun tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Begitu pula dengan barisan wakil rakyat yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) juga menegaskan hal serupa.
Banyaknya beredar spekulasi dan opini yang beredar di jagad Maya memperlihatkan bola liar yang tidak terjelaskan secara data keamanan Uang Dana Haji para jamaah dari Indonesia. Kesan ini muncul boleh jadi karena penjelasan pemerintah tidak disertai data akurat.
Masyarakaat agaknya semakin rasional. Mereka tak hanya mencerna kata, tapi juga memburu fakta. Terlebih di masa perkembangan teknologi informasi yang memungkinkan publik mencari tahu sesuatu dengan cepat.
Bila kita membaca publikasi BPKH misalnya, dana haji disebut diinvestasikan dalam bentuk sukuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Dana yang diinvestasikan dalam bentuk sukuk negara masuk dalam kerajang umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, tidak ada yang bisa menjamin bahwa dana jamaah haji tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Kepala BPKH Anggito mengatakan, dana kelolaan haji digunakan untuk investasi dan penempatannya di bank syariah. Sebanyak 69,6 persen dana untuk investasi atau senilai Rp 99,53 triliun dan 30,4 persen penempatan di bank syariah atau senilai Rp 43,53 trilun.
Di atas kertas, duit-duit jamaah memang tercatat dengan baik layaknya mekanisme perbankan pada umumnya. Ini hal yang wajar, sewajar Anda mendepositokan uang di bank, lalu merasa duit Anda aman, didukung bukti buku deposito. Soal duit itu kemana dan digunakan untuk apa, itu bukan urusan nasabah, melainkan hak prerogatif pihak bank.
Nah, sekarang, muncul pertanyaan kritis. Bagaimana bila nasabahnya adalah kumpulan calon jamaah haji dibawah BPKH? Apakah mereka tidak punya hak untuk mengetahui kemana saja duit-duit itu mengalir?
Pertanyaan itu mungkin terkesan mengada-ada. Namun dalam konteks syariah, ia punya logikanya sendiri. Duit haji adalah duit untuk beribadah sehingga pengelolaannya sebaiknya menghindari perkara yang samar alias syubhat. Syubhat bisa muncul karena banyak hal. Salah satunya adalah bercampurnya antara yang halal dan yang haram.
Peluang syubhat memungkinkan terjadi ketika duit calon jamaah haji masuk dalam keranjang umum APBN. Bila sudah di sana, terbuka peluang dana jamaah haji bercampur dengan dana proyek-proyek yang bertentangan dengan syariah. Sebutlah pajak minuman keras, klub malam, dan lain-lain.
***
Sebagai badan yang ditunjuk UU menerima amanat pengelolaan dana haji, BPKH sebaiknya peka dan mulai berpikir mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang menjadi pencetus kegelisahan umat. Begitu pula dengan Kemenag.
Saya tahu kepala BPKH Anggito Abimanyu cukup profesional. Dulu, saat menjadi Ketua Badan Anggaran DPR, dalam kapasitas beliau sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal. Entah bagaimana dengan menteri agama. Saya tak punya pengetahuan lebih.
Yang jelas, baik Menag maupun BPKH, seharusnya tidak menjawab kegelisahan umat hanya dengan narasi uang mereka aman, tidak terpakai infrastruktur, dan seterusnya. Bahkan jika pun harus dipakai untuk infrastruktur, saya kira tidak masalah. Toh itu untuk kepentigan bangsa.
Jadi, masalahnya tidak di sana. Masalahnya adalah soal kepercayan jamaah dan rakyat pada umumnya. Bila berbicara pengelolaan uang, memori kolektif rakyat akan terganggu dengan maraknya kasus korupsi. Bila berbicara infrastruktur, memori kolektif itu terusik oleh fakta-fakta pembangunan infrastruktur yang tidak tepat sasaran. Ambil contoh satu saja, bandara kertajati, misalnya.
Jadi, wajar kalau ada kekhawatiran di sana-sini. Psikologi rakyat harus dipahami dengan bijak.
Kini, di tengah kisruh yang berkembang, adalah momentum yang sangat baik bagi Kemenag dan BPKH untuk menunjukkan kebenaran perkataannya. Rakyat tengah menanti dan agaknya mulai tak sabar. Di ruang publik, mulai menggema tuntutan audit dana haji oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan konsultan independen dari kelompok Islam serta NGO
Desakan itu cukup logis dan lahir dalam momentum yang tepat. Sudah semestinya pemerintah menyambut baik, agar spekulasi tidak berkembang lebih liar. Lagi pula, bila BPKH dan kemenag meyakini duit jamaah terkelola secara prudent, aman dan terkendali, seharusnya tidak ada beban di sana.
Audit dana haji sekaligus menjernihkan semua soal. Pertama, dana calon jamaah haji dapat terpantau mengalir ke sektor mana saja. Pemilik dana tak lagi harus khawatir syubhat.
Kedua, agar ada titik terang antara investasi dengan keuntungan. Selama ini pemerintah lebih banyak berbicara tentang duit jamaah yang diinvestasikan, tapi jarang berkomentar soal besaran nilai manfaat investasi yang telah diperoleh.
Ketiga, dan ini yang paling penting, audit BPK dengan melibatkan Tim Independen menjadi solusi memulihkan kepercayaan dan dukungan penuh dari rakyat untuk mengelola dana haji mereka.
Audit yang dimaksud adalah audit dengan tujuan tertentu yang tidak hanya ditujukan kepada BPKH tapi juga kepada Menteri Agama yang bertanggungjawab atas penempatan dana haji tersebut, termasuk bertanggungjawab dalam pembatalan keberangkatan haji tahun ini.
” Untuk itu Tim Independen Harus Dilibatkan dalam Audit Dana Haji agar tidak ada kehawatiran dari masyrakat terhadap Dana haji yang mereka tabung selama ini milik para calon Jamaah Haji yang dikelola oleh Kementerian Agama.
Jika sudah ada terbukti dana haji dipakai maka harus ada tindakan tegas pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) untuk penjarakan oknum yang bermain dengan dana haji ” Tegas TB Rahmad Sukendar, Selasa (8/6/2021)…(mn)