Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa (Foto : Ist)
Jakarta, Asatu Online– Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan kritik tajam yang mengguncang sektor perumahan nasional. Setelah meneliti data calon penerima Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), Purbaya menemukan adanya kejanggalan serius.
Sebelumnya, publik sempat percaya bahwa ribuan warga gagal mengakses KPR akibat skor kredit buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Disebut-sebut, tunggakan kecil di bawah Rp1 juta membuat sekitar 110 ribu orang gagal mendapatkan rumah.
Namun, Purbaya membantah keras narasi itu. “Asumsi soal 110 ribu warga gagal KPR karena masalah SLIK ternyata hanya ilusi. Setelah kami cek, kasus riilnya jauh lebih sedikit,” tegas Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta.
Purbaya bahkan berencana mendatangi langsung OJK untuk memastikan data itu bersih. “Saya sudah menjadwalkan untuk ke OJK hari Kamis, meminta data di-clear-kan,” ujarnya.
Data Fiktif Terbongkar, Siapa Dalangnya?
Temuan mencengangkan itu muncul usai Purbaya melakukan verifikasi mendadak bersama Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Dari total 110 ribu kasus yang diklaim terhambat karena SLIK, faktanya hanya sekitar 100 orang yang benar-benar layak mendapat KPR subsidi.
“Dari 110 ribu itu, yang bisa kami akomodasi paling hanya 100 orang,” ungkapnya.
Menurutnya, masalah utama sektor perumahan bukan pada catatan merah di SLIK, melainkan ada persoalan jauh lebih dalam yang menahan penyerapan KPR.
BP Tapera dan Pengembang Disorot
Menkeu Purbaya menduga ada kesalahan fatal dalam perhitungan data. Ia menilai BP Tapera dan sejumlah pengembang terjebak pada narasi tunggal yang menyalahkan SLIK sebagai biang keladi keterlambatan KPR.
Padahal, data dari bank besar seperti BTN menunjukkan bahwa tunggakan kecil bukan penyebab utama macetnya penyaluran KPR subsidi.
“Permasalahan ini lebih kompleks dari sekadar data SLIK. Ada yang salah dalam mekanisme penyerapan dan konstruksi,” ujar Purbaya.
Ultimatum untuk Tapera dan Pengembang
Purbaya kini menuntut percepatan sektor perumahan demi mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal akhir tahun.
“Saya butuh sisa waktu Oktober, November, dan Desember agar pembeli rumah baru meningkat dan pembangunan bergerak cepat,” tegasnya.
Ia juga memberikan ultimatum agar BP Tapera dan para pengembang segera meninjau ulang strategi mereka.
“Saya perlu ekonomi tumbuh lebih cepat dari kondisi sekarang,” tegasnya. (*)















