Pengamat politik ekonomi Indonesia, Dr. Ichsanuddin Noorsy (Foto: Dok. pribadi)
Jakarta, Asatu Online – Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC) kembali jadi sorotan. Kali ini, ekonom dan pakar kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy mengusulkan agar proyek tersebut diaudit secara konstitusional, bukan sekadar administratif.
Menurutnya, proyek KCIC yang digadang sebagai simbol modernisasi justru menyimpan persoalan mendasar: ketergantungan modal asing, pembengkakan biaya, dan minimnya efek ekonomi bagi rakyat.
“KCIC bukan hanya proyek infrastruktur. Ini adalah cermin dilema antara kedaulatan ekonomi dan penetrasi kapital global,” tegas Ichsanuddin Noorsy dalam analisisnya, Rabu (23/10).
7P–7i–7R: Kerangka Audit Kedaulatan Ekonomi
Noorsy menilai, proyek KCIC tak bisa dilihat hanya dari sisi untung rugi finansial. Ia menawarkan pendekatan tiga lapis analisis, yaitu:
1. 7P (Struktur Internal) – Diagnosis terhadap tata kelola dan kedaulatan ekonomi nasional.
2. 7i (Penyakit Eksternal) – Menelusuri bagaimana kapital global menembus sistem ekonomi Indonesia.
3. 7R (Solusi Struktural) – Strategi penyembuhan ekonomi agar kembali pada konstitusi.
Pendekatan ini, kata Noorsy, bukan hanya untuk menilai KCIC, tetapi juga untuk menguji apakah pembangunan nasional masih setia pada Pasal 33 UUD 1945.
Diagnosis 7P: Modernisasi yang Menyimpang dari Kedaulatan
Dalam analisisnya, Noorsy mengungkap tujuh masalah utama yang menandai penyimpangan proyek KCIC:
Paradigma: Pembangunan berbasis utang tanpa uji kedaulatan ekonomi.
Produksi: Teknologi dan material didominasi kontraktor asing, minim transfer teknologi.
Pembiayaan: Utang luar negeri berisiko tinggi, berpotensi jebakan fiskal (debt trap).
Perdagangan: Impor komponen dan tenaga kerja asing memperburuk defisit sektor konstruksi.
Pemerintahan: Lemahnya akuntabilitas dan pengawasan DPR.
Pendapatan: Efek ekonomi lokal nyaris tak terasa.
Peradaban: Modernitas fisik tanpa pembangunan nilai-nilai sosial.
“Yang terjadi bukan pembangunan konstitusional, melainkan pembangunan simbolik,” sindir Noorsy.
7i: Pola Penaklukan Kapital Global
Noorsy menyebut, ada mekanisme halus yang membuat proyek besar seperti KCIC menjadi “alat penetrasi kapital global.”
Ia menyebut tujuh pola dominasi asing yang terjadi, mulai dari invasi modal, intervensi politik, infiltrasi rantai produksi, hingga indoktrinasi narasi modernisasi.
Akibatnya, biaya proyek membengkak, beban fiskal meningkat, dan kesejahteraan rakyat justru stagnan.
“Inilah kolonisasi ekonomi gaya baru,” tegasnya.
Audit Konstitusional KCIC: Ichsanuddin Noorsy Bongkar “Jebakan Kapital Global” di Balik Proyek Kereta Cepat
Sebagai jalan keluar, Noorsy menawarkan resep “penyembuhan ekonomi” lewat 7R:
1. Reformulasi – Ubah paradigma pembangunan agar berbasis kedaulatan nasional.
2. Rekonstruksi – Rancang ulang pembiayaan agar tak bergantung utang luar negeri.
3. Reposisi – Naikkan porsi industri dan komponen lokal minimal 70%.
4. Redistribusi – Kaitkan rantai pasok proyek dengan koperasi dan UMKM.
5. Regulasi – Audit hukum dan keuangan secara transparan.
6. Reproduksi – Bangun kapasitas tenaga kerja lokal melalui pelatihan vokasi.
7. Reorientasi – Kembalikan arah pembangunan ke nilai-nilai konstitusi.
“Audit bukan sekadar hitung-hitungan angka, tapi momentum memulihkan kedaulatan ekonomi,” ujarnya.
Audit Konstitusional: Bukan Audit Biasa
Noorsy mengusulkan agar pemerintah segera membentuk Komisi Audit Konstitusional Independen yang melibatkan BPK, akademisi, dan masyarakat sipil.
Ia juga menuntut agar jaminan APBN untuk proyek KCIC dibekukan sementara sampai hasil audit dipublikasikan.
Audit itu, menurutnya, harus menjawab tiga hal utama:
1. Apakah pembangunan sesuai Pasal 33 UUD 1945?
2. Siapa yang paling diuntungkan dari proyek KCIC?
3. Bagaimana mengembalikan kemandirian fiskal dan industri nasional?
Tiga Tahap Restorasi Nasional
Dalam peta jalan yang diajukannya, Noorsy menyebutkan proses pemulihan dapat dilakukan dalam 24 bulan:
0–6 bulan: Audit pembiayaan, kontrak, dan dampak sosial-ekonomi.
6–12 bulan: Reformasi pembiayaan berbasis modal nasional.
12–24 bulan: Industrialisasi domestik dan peningkatan tenaga kerja lokal.
Dari 7P ke 7i, Lalu ke 7R: Jalan Menuju Kedaulatan
Menurut Noorsy, akar masalah KCIC adalah pembalikan nilai 7P oleh 7i.
“Hukum dikalahkan oleh politik, kehati-hatian digantikan euforia, dan profit dijadikan tujuan utama,” jelasnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya 7R sebagai mekanisme korektif untuk mengembalikan keseimbangan antara hukum, moral, dan ekonomi publik.
“Pembangunan sejati bukan percepatan fisik, tapi pemulihan martabat bangsa,” kata Noorsy menutup analisisnya.
Kasus KCIC, menurut Ichsanuddin Noorsy, bukan sekadar soal proyek transportasi. Ia adalah studi konkret tentang hilangnya kedaulatan ekonomi akibat penetrasi kapital global.
Audit konstitusional yang ia dorong diharapkan menjadi model koreksi nasional agar setiap proyek strategis ke depan tunduk pada UUD 1945 dan berpihak pada rakyat. (*)















