Merawang, Asatu Online – Ratusan ponton tambang timah ilegal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jada Bahrin, Kecamatan Merawang, Bangka, kocar-kacir saat aparat gabungan dari Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Bangka bersama Polsek Merawang turun melakukan penertiban, Rabu (24/9/2025).
Mesin-mesin ponton mendadak dimatikan begitu polisi tiba di lokasi. Aksi buru-buru ini disebut buntut dari maraknya pemberitaan media serta beredarnya sebuah buku berisi “aturan tambang” atas nama Kamal yang viral di sejumlah grup WhatsApp.
Dalam aturan yang beredar, Kamal digambarkan sebagai sosok yang menjamin penambang agar tak tersentuh hukum. Bahkan, penambang disebut-sebut sempat membuat kesepakatan bersama yang dituangkan dalam lima poin aturan main.
Isi aturan itu antara lain, penambang dilarang menjual timah selain kategori “reman kue” dan “reman perahu”. Jam kerja dibatasi hingga pukul 17.30 WIB, sementara harga timah ditetapkan panitia. Seluruh penambang wajib tunduk pada aturan, pemilik ponton luar desa dikenakan biaya Rp5 juta per unit, dan setiap pemilik wajib menyerahkan fotokopi KTP.
Aturan terakhir menyebut, penambang harus kompak. Jika ada razia, selama dianggap tidak melanggar aturan, Kamal disebut siap memberikan bantuan hukum.
Nama Kamal pun kini jadi sorotan publik. Ia disebut-sebut sebagai kolektor timah sekaligus “penjamin keamanan” tambang ilegal di Jada Bahrin. Namun hingga berita ini diturunkan, Kamal belum bisa dimintai konfirmasi terkait dugaan perannya.
Sejumlah warga sekitar bahkan menilai gaya Kamal seolah menantang aparat. “Kalau lihat Kamal, dia berani menjamin penambang. Kesan yang muncul, Kamal ini menantang polisi di Bangka maupun Polda Babel. Seolah kebal hukum,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kapolres Bangka AKBP Deddy Dwitiya Putra menegaskan pihaknya sudah menindaklanjuti aktivitas tambang ilegal tersebut. “Sudah kita lidik dan kita tertibkan. Untuk sementara kita koordinasi dengan aparat desa dan pihak terkait agar situasi lebih kondusif,” tegas Deddy, Kamis (25/9/2025).
Namun, saat disinggung soal keterlibatan sejumlah nama yang kerap disebut warga, yakni Candra, Buyung, Kamal, Milui, dan Ringgul, Kapolres enggan berkomentar lebih jauh.
Di tengah polemik itu, muncul pula nama Saparudin Rungol. Ia disebut para penambang sebagai pembeli sekaligus penampung timah hasil tambang ilegal di Sungai Jada Bahrin dengan harga Rp135 ribu per kilogram.
Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, redaksi Asatu Online telah mengirimkan pesan konfirmasi langsung kepada Saparudin Rungol. Pesan itu berisi pertanyaan apakah benar dirinya membeli timah dari penambang ilegal, serta apakah ia memiliki izin resmi penampungan dan pengangkutan, atau bekerja sama dengan PT Timah maupun smelter tertentu.
Hingga berita ini diturunkan, Saparudin Rungol belum memberikan jawaban atas konfirmasi yang disampaikan redaksi. **