Babel  

Fatal! Tambak Udang Tanpa Amdal Ancam Ekspor Babel, Kasus Kuncui Kian Disorot  

Perusahaan tambak udang diduga milik Kuncui di kawasan Jelitik Sungailiat Bangka (Foto : Ist)

Bangka, Asatu Online – Kasus tambak udang ilegal di Bangka Belitung kian jadi sorotan. Tak hanya mencoreng nama daerah, masalah ketiadaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dinilai bisa berdampak fatal pada ekspor udang ke luar negeri.

Wartawan senior Bangka Belitung, Suherman Saleh atau akrab disapa Bang Herman, menegaskan pelanggaran ini harus dipandang serius. Menurutnya, tanpa Amdal yang jelas, produk udang dari tambak ilegal rawan ditolak pasar internasional.

“Kalau tambak tidak punya Amdal, bagaimana kita bisa jamin kualitas dan keamanan produk? Fatal sekali dampaknya, apalagi kalau sudah masuk ke pasar ekspor,” tegas Herman, Senin (22/9/2025).

Sorotan ini muncul di tengah upaya pemerintah mendorong ekspor udang Babel ke berbagai negara. Apalagi, kasus ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat sempat bermasalah setelah ditemukan cemaran radioaktif.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) sebelumnya memerintahkan penarikan (recall) terhadap produk udang beku bermerek Great Value di Walmart dan sejumlah merek lain. Produk itu dinyatakan tercemar isotop radioaktif Cs-137.

FDA menegaskan masalah tidak hanya pada udangnya, tapi juga fasilitas pengolahannya yang terkontaminasi. Meski kadar cemaran masih di bawah ambang batas, FDA menolak dengan prinsip zero tolerance.

Pemerintah Indonesia pun bergerak cepat. Dibentuk Satgas Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Cs-137 yang dipimpin Menko Pangan. Sejak 2 September 2025, sebanyak 18 kontainer udang diekspor balik (return on board) dari AS ke Indonesia.

Tim gabungan Bea Cukai, Barantin, Bapeten, BRIN, KKP, hingga otoritas pelabuhan melakukan pemeriksaan. Hasilnya, tidak ditemukan lagi cemaran Cs-137, sehingga Barantin akhirnya menerbitkan sertifikat pelepasan.

Meski begitu, Bang Herman menilai pemerintah belum menyentuh akar persoalan. “Masalah tambak udang di Babel masih banyak, mulai dari tidak punya Amdal, pencemaran limbah, sampai pembuangan ke laut. Semua harus dibereskan dulu sebelum bicara ekspor,” katanya.

Di sisi lain, peluang ekspor sebenarnya terbuka lebar. Kepala Badan Mutu KKP Babel, Dedy Arief Henriyanto, menyebut unit pengolahan perikanan di Babel sudah mendapat platform number dari Arab Saudi.

“Alhamdulillah, ini membuka peluang besar bagi udang Babel masuk ke Arab Saudi, sebagai alternatif tujuan selain Amerika Serikat,” jelas Dedy di Pangkalpinang.

Selama ini ekspor udang Babel rata-rata mencapai 15.000–20.000 ton per tahun, mayoritas ke AS. Produk dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Priok karena Babel belum punya pelabuhan ekspor sendiri.

Dengan adanya pasar Arab Saudi, pelaku usaha tambak di Babel optimistis bisa dorong pertumbuhan ekonomi daerah. Namun masalah legalitas tambak dan isu lingkungan tetap jadi batu sandungan besar.

“Kalau ekspor ke Arab Saudi dibuka, sementara tambak-tambak kita ilegal, ini bisa jadi bumerang. Begitu ada inspeksi, mereka langsung tahu ada masalah lingkungan,” ujar Bang Herman.

Sorotan makin tajam karena nama Kuncui, warga Sungailiat, kembali dikaitkan dengan dua tambak ilegal. Satu di bawah bendera CV Reka Sejahtera bersama pengusaha hotel Mangga Besar berinisial FR, satu lagi disebut murni milik pribadi.

Fatalnya, dua-duanya tidak memiliki Amdal. Bahkan Kuncui juga disebut-sebut mengendalikan aktivitas tambang pasir laut ilegal di Bangka. Alat berat hingga dilaporkan mengeruk pasir tanpa izin, merusak ekosistem dan garis pantai.

“Kalau tambak ilegal saja sudah merugikan, ditambah pasir laut ilegal makin parah. Kerugian negara besar sekali. Ini harus dihentikan,” tegas Bang Herman.

Warga pesisir juga resah. Mereka mengaku laut makin dangkal, daerah tangkap hilang, dan hasil melaut menurun. Nelayan bahkan terpaksa melaut lebih jauh dengan biaya solar yang makin mahal.

Kini sorotan publik tertuju ke pemerintah pusat, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan aparat hukum. Penegakan aturan jadi kunci, baik untuk jaga lingkungan maupun kredibilitas ekspor udang Babel ke pasar internasional.

“Kalau masalah-masalah ini tidak dituntaskan, jangan harap ekspor kita diterima. Dunia internasional menuntut produk berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kalau masih ilegal, justru bisa jadi bumerang,” tutup Bang Herman. **

Writer: Yn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *