Foto : Ilustrasi nasib honorer
Bangka, Asatu Online – Puluhan wartawan di Kabupaten Bangka kini tengah dilanda keresahan setelah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangka memutuskan untuk menghapus anggaran bantuan tambahan (ABT) tahun 2024 yang sebelumnya dialokasikan untuk kerja sama media. Keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan jurnalis yang menggantungkan penghasilan dari kerja sama liputan tersebut.
Hry, seorang wartawan lokal, mengungkapkan rasa kecewanya atas keputusan tersebut. “Kalau dana kerja sama hilang, bagaimana saya mau bayar kontrak rumah, motor kredit, serta kebutuhan sehari-hari,” keluhnya pada Kamis (5/9). Ia juga mempertanyakan alokasi dana sebesar Rp13 miliar yang disebut-sebut ditambahkan untuk kegiatan dinas luar (DL) anggota DPRD Kabupaten Bangka.
Sementara itu, Plh Sekretaris DPRD Kabupaten Bangka, Al Imran membantah kabar penambahan anggaran sebesar Rp13 miliar. Menurutnya, Dewan hanya mendapatkan tambahan sebesar Rp2,8 miliar. “Tidak ada 13 miliar, yang benar hanya 2,8 miliar,” tegasnya pada Rabu (4/9).
Selain keresahan di kalangan wartawan, isu pemotongan gaji honorer hingga satu juta rupiah semakin memperkeruh situasi. Kabar ini muncul bersamaan dengan beredarnya surat edaran dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) yang menginstruksikan pemotongan gaji bagi honorer dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemotongan tersebut berlaku mulai Agustus hingga Desember 2024 untuk honorer, sementara bagi ASN hanya sampai November 2024.
Pemimpin Redaksi Asatu Online dalam surat konfirmasinya juga meminta klarifikasi kepada Plh Sekda Kabupaten Bangka terkait penghapusan anggaran kerja sama media dan pemotongan gaji honorer. “Kami ingin penjelasan, mengapa anggaran untuk Dewan disetujui, sementara anggaran untuk media dan gaji honorer justru dipangkas?” tanyanya, Selasa (3/9).
Kebijakan pemotongan gaji ini juga memicu kecemasan di kalangan pegawai. Seorang honorer, W, mengaku stres dengan penghasilannya yang akan terjun bebas menjadi Rp1,25 juta per bulan. “Kebutuhan hidup semakin berat, jika gaji dipotong sebesar itu, saya tidak tahu harus bagaimana,” ucap W, Jumat (30/08/2024).
AN, pegawai yang menjadi tulang punggung keluarganya, juga mengungkapkan keprihatinannya. “Yang gaji normal saja sudah pas-pasan, apalagi kalau dipotong setengah. Bagaimana kami bisa bertahan?” ujarnya penuh frustrasi. Ia bahkan menuding Pemkab Bangka melanggar kontrak kerja dan Hak Asasi Manusia (HAM) karena gaji yang diterima di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).
“Ini bukan hanya pelanggaran kontrak, tapi juga pelanggaran HAM. Pemkab sudah melanggar aturan yang mereka buat sendiri,” pungkas AN.
Keresahan ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan kepemimpinan Pj Bupati Bangka, yang dinilai tidak berpihak kepada kebutuhan dasar masyarakat, terutama wartawan dan pegawai honorer. (Yni)