Pasar Hewan Sibreh Aceh (Foto : Dok. Asatuonline)
Aceh, Asatu Online – Peternakan di desa menghadapi keterbatasan dalam penjualan dan pembelian yang masih mengandalkan sistem tradisional. Saat lembu atau kerbau dijual kepada toke lembu di kampung, sistem pembayaran yang hanya memberikan 1 hingga 3 persen dari harga sepakat menimbulkan ketidakpastian. Pelunasan terjadi setelah beberapa hari pasar, misalnya dari Rabu ke Rabu berikutnya, namun seringkali tidak segera lunas.
Toke pasar yang memberikan ke toke di kampung melibatkan sejumlah transaksi hingga lima kali pasar, seperti yang diungkapkan oleh Dahlan dari Kecamatan Kuta Cot Glei, Kabupaten Aceh Besar kepada awak media, Rabu (24/1/2024).
Menurut Dahlan, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kelangsungan usaha peternak di desa.
Pemelihara lembu juga mengalami nasib sulit, diwakili oleh pemuda-pemuda desa seperti MM, SY, TS, AT, SS, WW.
“Mereka mengeluhkan sistem pembayaran yang terkadang memakan waktu hingga dua bulan atau lebih setelah hasil kesepakatan harga. Pertengkaran dengan toke kampung juga sering terjadi, dengan alasan tertunda oleh toke pasar,” ujarnya.
Ketidakpuasan peternak, lanjut Dahlan, muncul ketika mereka bertanya mengapa pemerintah setempat hanya mengatur tempat penjualan dan tidak mengintervensi dalam perbaikan sistem penjualan.
“Peternak di desa membutuhkan reformasi dalam sistem pemasaran yang lebih efisien dan sesuai dengan kondisi zaman,” imbuhnya.
Dahlan menggambarkan, “Secara jelas tantangan yang dihadapi oleh peternak di desa Aceh. Panggilan untuk adopsi sistem pemasaran yang lebih modern dan efektif menjadi penting untuk mendukung kelangsungan usaha peternakan di wilayah tersebut.”
Penulis : Asnawi