Peraturan Pelaksana UU Kesehatan Harus Perketat Pengaturan Zat Adiktif 

  • Bagikan

Indonesia Institute for Social Development (IISS)

Jakarta, Asatu Online- Indonesia Institute for Social Development (IISD) mendesak pemerintah untuk memperketat pengaturan zat adiktif berupa produk tembakau melalui Peraturan Pemerintah (PP) pelaksana Undang-Undang Kesehatan.

Program Director IISD Ahmad Fanani kepada media di Jakarta, Rabu (27/9/2023) mengemukakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) bagian zat adiktif sudah relatif bagus, dan pemerintah tidak boleh ragu lagi. “Segera sahkan. Jangan sampai ‘masuk angin’, terutama oleh manuver kepentingan industri,” tegas Fanani.

Pemerintah sendiri saat ini tengah menyusun RPP yang menjadi mandat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah resmi disahkan dan diundangkan dengan Nomor 17 Tahun 2023 pada 8 Agustus 2023.

Salah satu bagian RPP yang sedang disusun adalah pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau sebagaimana mandat Pasal 152 UU 17/2023 tentang Kesehatan.

Dalam dokumen RPP yang beredar di publik, produk tembakau diatur dalam beberapa pasal, antara lain mengatur ketentuan rokok elektrik, larangan iklan, display produk, dan larangan penjualan ketengan.

Menurut Program Director IISD, pengaturan eksisting zat adiktif dibawah rezim PP 109/2012 telah gagal total. “Selama 10 tahun rezim PP 109/2012 darurat rokok tak membaik. Justru perokok anak terus naik, dan yang mencemaskan, 80 persen perokok mulai merokok di usia anak atau di bawah 18 tahun,” ujarnya.

Fanani mengingatkan, ke depan tak boleh lagi ada muslihat membenturkan upaya memperkuat regulasi zat adiktif dengan kepentingan ekonomi atau petani. Faktanya selama 20 tahun terkahir industri tumbuh signifikan, tapi nasib petani tak berubah.

Dalam kaitan ini, data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2022 yang dikeluarkan Kementerian Pertanian Republik Indonesia menunjukkan, jumlah petani di lima wilayah perkebunan tembakau terbesar di Indonesia mengalami penurunan, dengan total petani tembakau pada 2021 mencapai 597.966 petani, menurun jadi 520.539 petani pada 2022.

Sebaliknya, berdasarkan laporan keuangan tahunan industri rokok, penjualan rokok cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa perusahaan rokok terbesar di Indonesia mencatatkan penjualan bersih yang makin meningkat selama 20 tahun terakhir.

“Kita tidak sedang mengatakan kalkulasi ekonomi itu tabu. Tapi sebagai negara yang dibangun di atas visi keadilan sosial, kalkulasi ekonomi dan industri tidak boleh meminggirkan kepentingan kesehatan yang merupakan hak dasar warga negara dan determinan penting bagi gelap-terangnya masa depan bangsa,” katanya.

Menurut dia, tak ada gunanya SDM yang unggul dan berdaya saing tanpa didukung kesehatan optimal yang merupakan bantalan vital produktivitas, dan pandemi Covid mestinya membuka mata kesadaran semua pihak tentang betapa mahal harga yang harus dibayar dari bencana kesehatan.

Penulis : Redaksi

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *