Jakarta, Asatuonline.id – LQ Indonesia Law Firm kembali mengkritisi lambannya kinerja Kepolisian dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana pemukulan yang ditangani oleh Polres Metro Jakarta Timur.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, pelapor dan terlapor dalam perkara tersebut telah bersepakat untuk berdamai dan mencabut laporan, namun hingga sampai saat ini, pihak Polres Jakarta Timur bersikeras tidak melaksanakan Restorative Justice padahal sudah sesuai dengan Perkap No 6 Tahun 2019 dan masih melakukan penahanan terhadap para tersangka.
Menanggapi hal ini, Advokat Jaka Maulana, S.H., dari LQ Indonesia Law Firm selaku kuasa hukum para tersangka mengaku sangat menyayangkan tindakan aparat penegak hukum dalam penanganan perkara ini, dirinya bahkan menduga, lambannya respon kepolisian dalam menanggapi permohonan pencabutan laporan perkara ini adalah akibat dari adanya aduan masyarakat yang dilayangkan ke Propam Mabes Polri.
“Pertama kami mau meluruskan, bahwa aduan masyarakat yang kami sampaikan ke Bidpropam Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran etik penyidik Polres Jakarta Timur dalam penanganan perkara ini adalah kulminasi dari keresahan kami terhadap penanganan perkara ini, karena sebelumnya kami telah mengupayakan cara-cara persuasive dan berkoordinasi dengan penyidik yang bersangkutan untuk segera melakukan pemeriksaan tambahan guna mengakomodir adanya perdamaian antara pelapor dan terlapor, tapi selalu diabaikan dengan alasan-alasan prosedural.” kata Jaka. (6/6/2022).
Jaka juga menambahkan, bahwa aduan masyarakat tersebut adalah pilihan upaya terakhir yang diambil oleh pihaknya selaku penasihat hukum para tersangka, semata-mata agar perkara ini mendapatkan atensi dan respon yang lebih cepat untuk penyelesaiannya, tapi anehnya, ketika mengetahui adanya dumas tersebut, penyidik malah beranggapan bahwa tindakan tersebut adalah “pernyataan perang”.
“Kami selaku penasihat hukum sudah berkali-kali berkoordinasi dengan penyidk, kapan ini pelapor mau diperiksa, pelapornya juga bahkan sudah datang berkali-kali, tapi selalu ditolak untuk diperiksa. Alasannya tunggu panggilan resmi lah, kanit tidak ditempat-lah, makanya akhirnya kami pilih upaya dumas tersebut. Biar ada pressure sehingga responnya bisa lebih cepat.” Ungkapnya.
“Anehnya, ketika penyidik mengetahui adanya dumas itu, dianggapnya kami ngajak perang. Maksudnya apa coba, padahal kami selaku penasihat hukum tidak punya kepentingan apa pun secara personal terhadap perkara ini, apa yang kami lakukan adalah semata-mata guna kepentingan pembelaan terhadap hak-hak klien kami. Pun soal dumas itu, adalah upaya prosedural yang diperbolehkan bagi kami selaku penasihat hukum yang dijamin oleh undang-undang, jadi ga usah terlalu berlebihan.” Lanjut Jaka.
Perkara ini bermula ketika pada 11 April 2022, para tersangka Agung, Omberto dan Eka menemui korban Ical di Cawang, Jakarta Timur. Dalam pertemuan itu sempat terjadi ketegangan antara mereka yang diduga diwarnai dengan adanya pemukulan.
Korban pun kemudian melapor ke Polres Metro Jakarta Timur, yang kemudian langsung melakukan penangkapan dan penahanan terhadap para ketiga tersangka.
Kemudian, pada tanggal 26 April 2022, ketiga tersangka dan korban bersepakat untuk menyelesaikan perdamaian secara restorative justice, korban dan pelapor bahkan telah melayangkan surat permohonan pencabutan laporan polisi tersebut, namun hingga sampai berita ini ditayangkan, laporan tersebut belum juga dihentikan bahkan para tersangka masih ditahan di rutan Polres Jakarta Timur.
Di tempat terpisah, Sugi selaku Kabis Humas LQ Indonesia Law Firm menyatakan, bahwa tindakan yang dilakukan oleh penyidik dari Polres Jakarta Timur dalam penanganan perkara ini senyatanya telah mengangkangi visi dan misi dari Kapolri, Jendral Pol. Listyo Sigit Prabowo dan perintah Kadiv Propam Ferdy Sambo, sekaligus juga mencederai hati masyarakat.
“Tidak bisa dipungkiri lagi kalo tindakan ini sudah sangat melukai hati masyarakat, sekaligus juga mengangkangi visi misi Kapolri, yang salah satunya adalah mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restorative dan problem solving sesuai Perkap No 6 tahum 2019. Dan terbukti di dalam perkara ini, visi misi itu ternyata cuma lip service, slogan dan omong kosong.
Bahkan Kadiv Propam yanh sudah menerima aduan juga dilecehkan oleh Oknum Polres Jakarta Timur. Segitu lemahnya penegakan Propam sehibgga tidak diindahkan Oknum Polres Jakarta timur. Melihat contoh penanganan Propam terhadap AKBP Brotoseno, jangan-jangan di POLRI suap dan gratifikasi bukan pelanggaran serius, makanya oknum Polres Jakarta Timur, sampai sekarang tidak ditindak.
Tapi kami di LQ tidak akan bertoleransi terhadap tindakan-tindakan yang akan menurunkan citra dan kepercayaan institusi Polri seperti ini, makanya kemarin kami layangkan aduan ke Bidpropam Mabes Polri. Sebagai bukti kepedulian kami terhadap institusi Polri agar mereka membenahi Oknum, tapi nampaknya tumpul sekali Propam.” kata Sugi.
Sugi menjelaskan, idealnya ketika pihak berperkara, dalam hal ini pelapor dan terlapor sudah berdamai, menurut Perkap No 6 tahun 2019 maka penyidik akan memanggil pelapornya, melakukan pemeriksaan tambahan, mengadakan gelar perkara, lalu kemudian menghentikan perkaranya.
Dengan begitu, bukan hanya penyidik bisa mengurangi beban kerjanya, tetapi pelapor dan terlapor juga bisa mendapatkan haknya.
“Tapi sayangnya, di Polres Metro Jakarta Timur ini engga begitu, ketika penyidik mengetahui bahwa antara pelapor dan terlapor sudah ada perdamaian, bukannya panggil dan periksa terlapor, penyidiknya justru malah minta uang pencabutan laporan.” jelas Sugi.
Modus kejahatan ini, lanjut Sugi, merupakan modus yang lazim digunakan oleh oknum kepolisian sehari-hari dikantor polisi ketika terjadi perdamaian dan permohonan pencabutan laporan, padahal, tidak ada satu pun ketentuan perundang-undangan yang mensyaratkan adanya biaya penanganan perkara dari mulai pembuatan laporan polisi sampai ke pengadilan.
“Dalam aduan kami ke Bidpropam kemarin, sudah kami lampirkan juga bukti berupa rekaman percakapan permintaan uang antara oknum penyidik dengan salah satu keluarga tersangka. Sangat jelas terdengar dari percakapan itu soal adanya permintaan imbalan, karena si oknum merasa membantu. Padahal kalo dipikir-pikir, mereka ini kan sedang menahan orang yang sudah berdamai dan menyelesaikan masalah, jadi bantuan yang dia maksud ini dalam hal apa? Juga bukankah polisi meminta uang melanggar UU Tipikor?” Ketusnya.
Dalam keterangannya juga Sugi menyampaikan pesan kepada Kapolri Jendral Pol. Listyo Sigit, agar melakukan pengawasan lebih ketat terhadap tindakan-tindakan para anggotanya.
“Pak Kapolri, ini di Polres Jakarta Timur, di Ibukota yang jaraknya dekat dengan Mabes Polri aja, masih ada oknum penyidik nakal yang seolah tidak takut dengan pimpinan, pelapor mau cabut laporan, dimintai uang puluhan juta, sudah diadukan ke propam tapi masih juga diabaikan.
Tolong dipikirkan juga gimana kondisi para tersangka di dalam tahanan, mereka sudah sampai sakit-sakitan, kena mentalnya, bahkan ada yang sudah berpikiran untuk bunuh diri saking depresinya karena masalah ini engga kunjung selesai. Maka kami minta, agar diawasi dan ditindak tegas oknum-oknum brengsek yang mencederai hati masyarakat seperti ini.
Jangan biarkan mereka merusak kepercayaan kami terhadap institusi kepolisian. Buat masyarakat yang juga memiliki permasalahan yang sama, kami terbuka untuk memberikan bantuan, silakan hubungi hotline kami di di 0818-0489-0999, mari kita sama-sama berantas oknum polisi nakal seperti ini” Tutupnya.