Kasus Mega Korupsi BRI Pangkalpinang, 6 Nama Layak dijadikan Tersangka

  • Bagikan

Suasana Persidangan Terdakwa Aloy ( Foto Istimewa)

Pangkalpinang, Asatuonline.id – Tuntutan tinggi yang dibacakan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada para terdakwa Tipikor kredit modal kerja (KMK) BRI kepada rombongan Aloy dan AO berujung panas.

Pihak penasehat hukum (PH) langsung melakukan manuver keras dengan mendesak agar jaksa tak sekedar memberikan tuntutan berat semata.

PH meminta JPU menuntaskan penuntutan perkara yang telah merugikan keuangan negara Rp 40 milyar secara tuntas.

Penuntasan tersebut wajib dilakukan sesuai fakta persidangan yang terungkap jelas selama persidangan yang berlangsung selama ini.

Ahda Muttaqien selaku PH dari terdakwa Handoyo mengatakan setidaknya  ada 6 terperiksa lagi yang harus bertanggung jawab.

Tiga di antaranya adalah internal BRI, mantan manajer pemasaran (MP) Wahyu Nur Hidayat dan Dua  petugas account officer (AO) Yakni   Nur Alamsyah dan Zainal Abidin.

Selanjutnya adalah Firman als Asak (bos  CV Hayxellindo Putra Jaya), Ridwan als Amin (kakaknya Firman) dan Adi selaku konsultan keuangan Aloy dan Firman.

Nama mereka sering disebut dalam persidangan.

Selaku  (MP) Wahyu Nur Hidayat yang merupakan atasan para AO dan bawahan langsung pinca BRI.

Peran Wahyu merupakan penyaring berkas-berkas (filter)  pengajuan kredit dari para calon debitur terutama hasil dari padepokan Aloy dan Firman.

Selanjutnya akan diserahkan langsung kepada pimpinan BRI yang tak lain adalah Ardian Hendri Prasetyo yang kini harus jadi terdakwa.

Namun menariknya juga terungkap kalau Wahyu turut beberapa kali melakukan survei bersama AO di lokasi usaha dan agunan.

Turun surveinya Wahyu tersebut sempat dipersoalkan tim JPU di muka sidang karena ternyata agunan miliki persoalan.

Terutama terkait nilai agunan yang jauh dari nilai kredit yang dikucurkan.

Seharusnya Wahyu –dalam survei- menerapkan prinsip ke kehatian-hatian terutama dalam menilai agunan.

Lalu melaporkan kepada pimpinan selaku pemutus kredit (Ardian.red) atas rendahnya nilai agunan yang mayoritas berupa tanah  itu.

Wahyu atas tudingan jaksa, justeru memilih melakukan cuci tangan.  Dia melimpahkan kesalahan tersebut kepada pihak AO.

Wahyu diseret langsung oleh Ardian agar turut sama menanggung dosa hukum ini semua.

Dia diseret pada saat detik-detik akan ditahan penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi bersama dengan Alfajri pada bulan Mei 2021 lalu.

Sayangnya, dalam pusaran perkara ini nampaknya Wahyu adalah pejabat BRI Pangkalpinang yang masih beruntung hingga detik ini karena masih bisa menghirup udara segar.

Wahyu juga saat ini masih menikmati jabatan selaku cabang pembantu BRI di Palembang.

Sedangkan Dua rekanya yakni Ardian dan Alfajri  Tasriningtyas  (mantan Pincapem) sedang berjibaku membela diri di muka sidang serta menikmati pengabnya sel tahanan.

Pegawai internal BRI lainya yang saat ini bernasib ngeri-ngeri sedap tak lain Dua mantan petugas AO.

Yakni Nur Alamsyah dan Zainal Abidin. 2 AO ini sudah disebut pihak Kejaksaan dalam dakwaan berperan atas  kredit debitur Yung-Yung dan Tedjo Sunarno.

Di muka sidang diungkapkan dari mulut terdakwa Aloy,  Nur Alamsyah dan Zainal Abidin telah  menikmati fee Rp ratusan juta.

Namun, di muka sidang penerimaan fee ini dibantah langsung dari para AO tersebut.

Sementara itu penikmat kredit bermasalah pada bank pemerintah terbesar itu adalah dari eksternal BRI.

Pengungkapan ini sebetulnya juga telah dengan gamlang disebutkan dalam dakwaan.

Yakni Firman als Asak. Bahkan peran dari seorang Firman adalah mirip dengan terdakwa utama yang tak lain adalah Sugianto als Aloy.

Yakni menjadi  perantara –sama dengan peran Aloy- sekaligus yang  turut menikmati pundi-pundi kredit tanpa perlu mencantumkan nama sebagai debitur.

Melainkan cukup menggunakan nama orang lain. Pun tak tanggung-tanggung dari hasil mengolah “padepokan kredit” tersebut Firman disebutkan telah menikmati sebesar Rp 2.275.900.000.

Memang tak sebesar Bos Aloy yang meraup sebesar Rp 20.773.065.000 itu. Namun menariknya, ternyata kerja ala mafia antara Aloy dan Firman nampak jelas dari nama perusahaan yang dipakai Aloy adalah CV Hayxellindo Putra Jaya yang tak lain bosnya adalah si Asak.

Selanjutnya, pada persidangan marathon yang berjalan hampir Tiga bulan lamanya, juga mengungkap nama-nama lain yang miliki peran strategis sampai terjadinya perkara.

Dua nama ini tak disebutkan dalam dakwaan yakni  Ridwan als Amin yang kemudian ternyata adalah  kakaknya Firman.

Munculnya nama  Ridwan als Amin itu terkait dengan fee dari debitur Henderi senilai Rp 600 juta.

Fee tersebut diakui Henderi  di muka sidang awalnya bakal diperuntukan  kepada para petugas AO  yang mana penyerahanya melalui Ridwan als Amin.

Namun ternyata justeru yang menikmati bukan AO melainkan kakaknya si Asak itu sendiri.

Terakhir  yang sempat heboh terkait sosok misterius Adi yang disebut oleh terdakwa Aloy dan Firman selaku konsultan keuangan.

Adi atas orderan Aloy dan Firman miliki peran sebagai penyulap segala laporan keuangan perusahaan para debitur kredit.

Atas rekayasa itu Adi memperoleh bayaran sampai Rp 5 juta setiap orderan.
Keberadaan Adi hingga kini masih misterius.

Ini  diklaim jaksa karena belum diketahui alamat persis dan keberadaanya di Jakarta.

Sementara itu dari Aloy sendiri di muka sidang mengakui atas keberadaan Adi tersebut. Adi menurutnya sudah lama dikenal yang berada di jalan Pramuka, Jakarta Timur.

Menariknya beberapa waktu lalu sempat beredar kabar kalau Adi merupakan salah satu oknum di lingkungan lembaga keuangan negara.

“Penuntutan terbilang tinggi khusus Aloy secara akumulasi hukuman terancam 17 tahun. Begitu juga dengan para AO salah satunya klien kami dituntut tinggi hingga 6 tahun,” katanya.

“Namun dalam hal ini kita lebih menyoroti agar jaksa penuntut dan penyidiknya mampu menuntaskan perkara ini secara adil dan paripurna. Jangan setengah-setengah, karena ada terduga pelaku lainya di luar para terdakwa,” tambah mantan aktivis Permahi UBB.

Menurutnya fakta persidangan itu harus ditindak lanjuti. Sekaligus ini menjadi tantangan bagi Kajati Bangka Belitung yang baru yakni Danu Tri Sadono. Dua Kajati Babel yang lama terbilang mampu mengungkap kasus ini secara tegas dan adil dengan mampu menyeret para tersangka tahap awal yang kita nilai tepat.

Namun ternyata fakta persidangan justeru mampu menggali dan mengungkapkan fakta baru yang tak kalah hebatnya.

Maka dari itu kita berharap Kajati Babel Daru Tri Sadono harus berani dan tegas dalam penuntasan perkara ini secara paripurna serta tanpa beban apapun…(RH/ Mamang)

Loading

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *